R.E.A.P.E.R [Part 2]

Untitled-1 copy

|| Title: R.E.A.P.E.R || Author: Phiyun || Genre: Romance | School Life | Sad | Hurt | Fantasy | Thriller || Cast: Park Jiyeon | Park Chanyeol | Kim Jongin ||

 

Cerita ini hanya fiksi belakang. Cerita ini terinspirasi dari film maupun buku yang pernah di tonton dan di baca oleh penulis.  Penulis hanya memakai nama castnya saja sebagai bahan cerita, jadi keseluruhan cast yang ada disini milik penulis. Maaf kalau karakternya Castnya aku buat beda dari karakter  aslinya. Ini semata – mata hanya untuk isi cerita saja. Tapi kalau di dunia kenyataan Castnya milik Tuhan, keluarganya dan agencynya. Heheee… XD

Note: Nama pemain sewaktu-waktu akan bertambah maupun berkurang.

 

Privew: Part 1

      *** Happy  Reading ***

*Chapter 2*

Balas dendam yang berujung maut.

~OoO~

“Umurnya baru enam belas waktu dia menyetir mobil. Ini salahmu!” tak lama terdengar suara muda namun terdengar jantan berkata dengan menggebu-gebu.

Sepertinya sudah cukup lama kedua orang tersebut telah berdebat.

“Kau tak bisa menyalahkan aku!” kata yang perempuannya. Suaranya juga tertahan namun terkesan tak mau disalahkan. “Umurnya baru tujuh belas, waktu laki-laki itu melempar koin gadis itu. ini salahmu, bukan aku. Dia persis di depan hidungmu, bisa-bisanya kau meleset!” bentak perempuan itu kembali.

Tak terima dirinya disalahkan, laki-laki itu membalasnya. “Aku meleset karena umurnya belum tujuh belas!” Laki-laki itu balas membentak. “Umurnya masih enam belas,  waktu laki-laki itu memilihnya. Bagaimana aku tahu dia mengejar gadis itu? Bisa-bisanya kau tak ada di sana, kau malah melempar semua kesalahamu kepadaku!”

Gadis itu tersenggal-senggal karena merasa terpojok. Dia ingin membalas ucapan pria tersebut tapi dia tak mampu melakukannya karena apa yang di katakan oleh pria muda itu adalah benar adanya. “Keparat!” bentak sang gadis dengan suara yang bergetar, “Jangan berani-beraninya kau menuduh aku yang salah. Dia mati di umurnya yang ke tujuh belas tahun, itu sebabnya aku tak ada di sana!”

“Tapi tugasku bukan mengurus anak umur enam belas.” kata sang pria dengan nada yang muak. “Kukira dia memilih yang pria.” tambahnya dengan suara yang tertahan kemudian sunyi.

Tiba-tiba terdengar suara benda yang terjatuh cukup keras. “Brukkk!!”

Mereka pun terdiam saat sebuah kantung plastik hitam yang berukuran cukup besar jatuh dari atas bankar. Dalam kantung itu bergerak-gerak, seperti sesuatu yang ada di dalamnya hendak berusaha keluar dengan susah payah dari dalam kantung besar itu.

Dan sesaat kemudian terdengar suara. “Brreeaakk!!!” keluarlah sesosok gadis dari dalam kantong jenazah. Ya, gadis itu bangkit lagi dari kematiannya.

~OoO~

-2 Jam sebelumnya-

Jiyeon dan Kai menari lebih lambat dibandingkan orang-orang sekitarnya. Alunan musik yang berputar cepat membuat darah Jiyeon berdesir deras bahkan jantungnya pun selalu bertambah berdebar-debar saat jari jemari yang besar milik pemuda itu menyentuhnya dengan tidak ketara.

“Aku belum pernah melihatmu di sekitar sini. Apa kau kelas 12?” tanya Jiyeon dan di saat itu juga jari-jari milik Kai mencengkram erat gaun pesta gadis itu. Jiyeon berpikir mungkin pemuda itu terkejut dengan pertanyaannya atau dia sengaja melakukannya hanya untuk menarik tubuhnya lebih rapat lagi dengannya.

“Aku termasuk peringkat atas di kelasku.” balasnya sambil memajukan wajahnya agar sang gadis bisa mendengar dengan jelas. Tak lama kemudian, Jiyeon lalu memiringkan kepala untuk menatap mata pemuda itu dan berusaha untuk mengenalinya. “Aku kelas 11.” sahut Jiyeon.

Kai tersenyum dengan bibirnya yang terkatup. Melihat itu, Jiyeon semakin terpesona dengan pria bertopeng tersebut. Jiyeon merasa aman dan nyaman saat dirinya ada di dalam pelukan pria misterius itu. Jiyeon bisa merasakan orang-orang mulai memperhatikan mereka, tarian mereka pun melambat saat mereka menoleh ke arah Jiyeon dan Kai.

“Kuharap Chanyeol juga melihatku, masihkah dia berani mengatakan aku brengsek sekarang?” teriak batin Jiyeon.

Jiyeon pun lalu mengangkat dagunya. Ya, dia memberanikan diri mengulurkan tangannya untuk menarik, Kai merapat ke arahnya. Tubuh mereka bersentuhan, lalu menjauh mengikuti alunan musik. Jantung Jiyeon semakin memompang lebih cepat dari sebelumnya. Jiyeon ingin membalas dendam kepada Chanyeol dan gadis itu ingin membuat Chanyeol merasakan sakit hati seperti apa yang baru saja ia rasakan beberapa saat yang lalu.

“Aku mau gosip yang beredar besok adalah bertapa bodohnya dia telah meninggalkanku.” batin Jiyeon bergemuruh kencang saat mengucapkan kalimat itu di dalam hatinya.

Tak lama tangan Kai menempel ringan di pinggulnya, pria itu melakukannya tanpa ada rasa mengekang mau pun memaksa. Melainkan, ia tetap membebaskan Jiyeon untuk menari seperti kemauan gadis itu. Bibir Jiyeon bergetar ketika melihat Chanyeol dan pria yang sedari tadi mengekori mereka sedang asik berbincang,  di saat Jiyeon berusaha mengambil perhatian Chanyeol.

Beberapa saat kemudian akhirnya Chanyeol menatap ke arah Jiyeon yang sedang berdansa dengan sesosok pria. Chanyeol mematung, terlihat jelas kalau pria jangkung itu sangat terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat. Melihat ekspresi yang di perlihatkan pemuda itu kepadanya membuat Jiyeon tersenyum tipis.

~OoO~

Gelagat Jiyeon ternyata di ketahui oleh Kai, dengan santainya pemuda berkulit kegelapan itu pun berkata. “Kau mau dia tahu kalau kau bukan lagi pasangannya?” tanya Kai dengan mata elangnya.

Jiyeon terdiam namun dia kembali menatap Chanyeol. “Dia menyakiti hatimu?” tanya Kai kembali otomatis kedua manik milik gadis itu terbuka lebar. Tangannya yang gelap menyentuh lembut bagian dagu milik Jiyeon kemudian di arahkannya ke depan wajahnya. “Kau harus tunjukan ke dia apa yang sudah ia sia-siakan,.” tambahnya kembali.

Kai lalu memperlambat gerakannya sampai akhirnya berhenti, lalu membawa Jiyeon ke dalam pelukannya. “Dia mau menciumku!” pekik Jiyeon dalam hati. Gadis itu tahu karena semua tersirat dari setiap gerakannya. Denyut nadi Jiyeon berkedut lebih keras sampai-sampai gadis itu bisa merasakan kalau jantungnya seakan ingin keluar dari tenggorokannya.

Dalam hitungan detik bibir gadis itu di usap dengan lembut oleh bibir Kai. Orang-orang di sekilingnya memperlambat tariannya, mereka semua sekarang sedang asik menonton adengan ciuman yang di pertontonkan Jiyeon bersama Kai. Sebagian orang-orang tertawa tapi tak sedikit juga gadis –gadis yang iri saat menatap diri mereka. Jiyeon semakin terbawa suasana, ketika sentuhan bibirnya semakin merapat saat pria itu melumat lembut bibirnya yang ranum. Jiyeon tak berani bernapas karena, dia takut merusak suasana.

Kedua kaki Jiyeon mulai bergetar karena menahan gelora di dalam jiwanya. Tak lama kedua tangan Jiyeon merangkul pinggang Kai agar dirinya tidak terjatuh dan gengamannya semakin dia pererat saat, Kai mulai menuntut ciuman yang lebih dalam namun tetap lembut ketika bibir mereka saling bertautan.

“Jiyeon-ah…” sebentuk suara berat terlontar dari mulut Kai. Rangkulannya mengetat dan andrenalin Jiyeon semakin membuncah. Ciuman Kai mulai berpindah ke arah tengkuk leher milik Jiyeon yang jenjang. Di saat itu juga akal sehat Jiyeon kembali, di tarik tubuhnya ke belakang agar menjauh dari dekapan pemuda itu dengan napas yang masih teregah-engah, tentunya.

Mata Kai yang sendu tertuju tepat ke dalam manik kecoklatan milik Jiyeon. Di sana terlihat secuil rasa geli saat Jiyeon menyadari dirinya mendadak menjauh dari Kai. “Itu hanya permainan. Sekarang dia pasti akan menyesal telah melepaskanmu,” kata Kai. “Dia tidak pantas untuk kau tangisi.” tambahnya dengan ringan.

Jiyeon lalu mengalihkan tatapannya ke arah Kai menuju Chanyeol. Terlihat jelas kalau Chanyeol sangat berang saat melihat apa yang baru saja ia lakukan di hadapan pemuda jangkung itu. Jiyeon sembunyi-sembunyi memperlihatkan senyumannya kemenangan di balik tubuh tegap milik Kai. “Ayo kita pergi.” tawar Kai kepadanya. Jiyeon pun menerima ajakan itu dengan tangan yang terbuka, gadis itu lalu mengaitkan lengannya ke lengan pria tersebut dengan penuh percaya diri, Jiyeon lalu melangkah maju bersama Kai tepat di sampingnya. Orang-orang yang melihatnya langsung menyingkir memberi jalan, Jiyeon merasa seperti ratu  di pesta dansa malam itersebut.

~OoO~

Udara ruang utama menerpa lembut wajah Jiyeon saat Kai membuka kedua pintu ganda yang ada di depannya. Jiyeon lalu berjalan keluar dari dalam ruang pesta tersebut, pintu pun tertutup dan suara musik pengiring pesta itu pun melemah. Langkah kaki Jiyeon melambut dan berhenti di beberapa langkah kemudian. Gadis itu memegangi pinggir dinding yang dingin agar tak jatuh, karena entah mengapa tiba-tiba kedua kaki miliknya bergetar hebat saat di luar ruangan dansa.

Ingatan akan ciuman yang mesra di antara mereka kembali terbangkitkan, membuat gadis itu resah. “Dia sangat tampan tapi mengapa dia ingin bersamaku?” batin Jiyeon tergelitik saat melihat belakang punggung lebar milik Kai.

“Terimakasih.” ucapnya sambil menatap ke arah pemuda itu. Kai lalu menoleh ke belakang dan dalam sekejap wajah Jiyeon langsung bersemu merah seperti kepiting rebus. “Maksudku, terimakasih sudah membawaku keluar dari tempat membosankan itu dengan harga diri yang utuh.” tambah Jiyeon memastikan kalau ia mengatakan ucapan ‘terimakasih’ bukan untuk ciuman mesra yang saat tadi.

Pemuda itu lalu menghela napas dan berkata. “Aku melihat perlakuannya padamu. Pilihan hanya ada dua, dia meninggalkanmu atau kau menumpahkan cola ke pakaiannya. Dan kau …” suara Kai terdengar ragu, sehingga Jiyeon menatap pemuda itu. “Kau akhirnya bisa membalas dendam kepada dirinya dengan angun.” tambahnya.

Jiyeon menyeringai saat mendengar kalimat terakhir dari mulut Kai. “Menurutmu begitu?” Kai mengangkat kepalanya, berlagak dia tahu semuanya. “Kau punya kendaraan pulang?” Jiyeon tersentak saat menyadari kalau dia tak tahu akan pulang dengan siapa.

“Maaf,” ucap Kai. “Aku aku temani sampai ada yang menjemputmu.” seketika Jiyeon memundurkan selangkah kakinya ke belakang. “Aku sebenarnya ingin mengantarmu tapi kau kan belum mengenalku.” dengan ekspresi wajah yang bersalah.

Secepat mungkin Jiyeon membalas. “Bukan itu masalahnya!” katanya cepat-cepat, gadis itu merasa malu karena mendadak tidak mempercayainya. Jiyeon menoleh ke belakang, di sana terlihat sesosok gadis cantik berkepang sedang menatap ke arahnya. Namun saat Jiyeon menatap ke arahnya, sesegera mungkin gadis berkepang itu memalingkan wajahnya dan pergi berlalu meninggalkan Jiyeon dan Kai.

“Aku hanya harus menelepon ayahku untuk tidak menjemputku.” kilahnya. Kai tersenyum. Barisan giginya yang putih terpampang jelas. “Tentu.” katanya.

Jiyeon lalu meraba-raba isi dalam tas kecilnya. Entah mengapa dia menjadi lupa nomor telepon rumahnya padahal nomor-nya terdiri hanya 7-digit. Jiyeon berusaha keras untuk mengingatnya, karena terus di perhatikan oleh pemuda itu, akhirnya Jiyeon berpura-pura  sedang menelepon. Tak lama terbukalah pintu ganda yang menghubungkan ruangan dansa, dan di saat itu juga keluarlah sesosok pria berpostur jangkung, Ya pria itu adalah Chanyeol.

~OoO~

-Pov Jiyeon-

Chanyeol keluar, dan dengan cepat ia berjalan ke arahku. Tubuhku seketika kaku. Namun aku tak habis akal, aku berpura-pura sedang berbicara dengan ayahku di telepon. “Hai, Ayah. Ini Jiyeon. Ayah tak usah khawatir, aku akan pulang bersama Kai.” kutatap pria yang sedang berdiri di sisi kananku.

Dengan perasaan puas aku lalu menutup teleponku dan kemudian menyimpannya kembali, setelah itu aku langsung mengaitkan kembali lenganku ke lengan Kai. Kebetulan kami berdua sudah ada di depan lobi saat Chanyeol hendak menyusul. Dari kejauhan terdengar ketukan kerat hak sepatu yang sedang ia kenakan.

“Jiyeon!!” teriak pria itu dengan wajah yang geram. Chanyeol terlihat sangat kesal dan itu membuat hatiku puas.

“Hai, Chanyeol,” sapaku riang. Seketika keteganganku memuncak saat pria itu berjalan semakin dekat di hadapanku. “Aku harus pulang sekarang.” seruku sebelum ia tiba. Saat aku hendak berjalan tiba-tiba  Chanyeol menangkap pergelangan tanganku. Dan otomatis langkah kakiku terhenti. “Jiyeon, tunggu.”

Kai memberikanku waktu untuk berbincang dengan dirinya. “Aku tunggu kau di depan parkiran.” Bisiknya dan setelah itu ia pergi. Setelah kepergiannya, aku lalu membalikkan tubuh dan menatap pria jangkung itu dengan tatapan yang sinis. Chanyeol mematung dan setelah menyadari ketidak sukaanku, akhirnya ia melepaskan gengaman tangannya dan setelah itu pria itu memundurkan selangkah kakinya ke belakang.

“Kau brengsek!” kataku sambil memandangi dirinya yang mematung. “Enyahlah kau dari hadapanku.” Tambahku tampa mengurangi nada bicaraku yang kesal. Setelah mengatakannya, aku berniat pergi namun, tiba-tiba Chanyeol kembali meraih pinggangku ke hadapannya.

“Dengarkan aku,” katanya. Sorot ketakutan di kedua matanya mengehentikan kemarahanku. “Aku belum pernah bertemu dengan orang ini, janganlah bersikap bodoh. Biarkan aku mengantarkanmu pulang. Kau boleh bilang apa saja pada semua teman-teman di sekolah nanti, aku bisa menerimanya.”

Kucoba menarik napas, Chanyeol tahu kalau aku tak mempunyai satu pun teman, itu membuatku semakin marah padanya. “Aku sudah meneleponn Ayahku. Jadi kau tak perlu mengkhawatirkanku.” kataku sambil melirik lewat atas bahu milik Chanyeol, pada pria jangkung berpakaian pelaut yang sudah mengikutinya keluar.

Chanyeol belum juga mau melepaskanku. Dan akhirnya aku langsung menepis tangannya dari atas pergelangan tanganku. Chanyeol mengerti dengan apa yang baru saja aku lakukan terhadapnya, dengan kedua matanya yang lebar dia mundur satu langkah.

“Baiklah, kalau begitu aku akan mengikutimu sampai ke rumah.” Katanya sambil menatap Kai yang sudah sampai di depan lobi dengan mobil hitamnya.

“Masa bodoh!” bentakku dan kemudian berjalan meninggalkan Chanyeol. Dengan cepat Chanyeol berlari ke parkiran agar dia bisa membuntuti kami. Melihat dia terlihat panik, membuatku tersenyum geli. Bisa di bilang aku merasa senang karena aku telah berhasil membuatnya menyesal dengan apa yang telah ia pilih.

~OoO~

“Jiyeon…” kata Kai sambil membuka-kan pedal pintu untuk gadia tersebut. Dengan perasan yang gugup Jiyeon berjalan masuk ke dalam mobil sedan hitam milik pemuda itu. Gaunnya meluncur lembut di atas kulit jok mobil hitam tersebut. Kai menunggu sampai Jiyeon selesai mengangkat semua rok rendanya  ke dalam dengan lembut sebelum Kai menutup pintunya.

Pikiran Jiyeon terlihat kosong saat dirinya telah duduk manis di dalam mobil milik pemuda bertopeng tersebut. Bahkan tanpa ia sadari, Kai sudah duduk di sampingnya. Kai kemudian menyalahkan mesin mobilnya dan di saat itu juga stereo mengalunkan musik yang berirama cepat. Itu membuat denyut nadi Jiyeon semakin bertambah cepat saat Kai menyetir kemudinya dengan sebelah tangannya yang maskulin.

Udara dingin terasa menusuk kulit gadis itu. Ketika kai menambah kecepatannya, angin mulai memermainkan rambut Jiyeon yang panjang.

“Aku tinggal di sebelah barat.” kata Jiyeon setelah sampai di tikungan.

Kai langsung membelokan laju kendaraannya ke arah yang di sebut oleh gadis tersebut. Lampu depan mobil Chanyeol meliuk-liuk di belakang mereka. Tak lama Jiyeon menyenderkan tubuhnya ke belakang jok mobil sambil mengusap-usap kedua telapak tangannya secara bersama-sama. Jiyeon berharap Kai mau memberikan mantelnya, namun sayangnya smapai detik ini, Kai sama sekali tak berkata apapun. Itu membuat Jiyeon merasa sedikit canggung dan rasa canggung itu berubah menjadi sebentuk rasa waspada saat menatap pemuda tersebut.

Seolah merasa apa yang sedang di rasakan oleh Jiyeon, seketika kedua mata Kai menatap tajam ke arah gadis yang ada di sisi kanannya. Dia lalu melajukan kemudianya tanpa melihat ke depan.

“Terlambat.” bisiknya pelan. Dalam hitungan detik wajah Jiyeon langsung terlihat pucat pasih. “Tenanglah. Sudah kukatakan pada mereka, pasti mudah kalau target masih muda dan bodoh.” ucapnya dengan menyeringai.

Kedua iris Jiyeon melembar sempurna bahkan tengorokannya sekarang terasa tercekik. “Maaf, apa maksudmu?” kata gadis itu dengan bibirnya yang bergetar.

Kai berpaling ke jalan raya dan kemudian kembali emnatap Jiyeon. laju mobilnya semakin ia percepat. Jiyeon mencengkram erat gagang pintu dan menjauhkan dirinya dari pria tersebut.

 “Namamu tertulis di daftar. Atau bisa di katakan kau adalah jiwa yang terpilih. Nama yang sangat penting, tapi apalah arti sebuah nama. Mereka bila, aku tak bisa mendapatkanmu, tapi kenyataannya, kau sudah ada di hadapanku. Kau dan jiwa mungilmu yang malang akan menjadi tiket masukku ke jenjang yang lebih tinggi.”

Di saat itu juga Jiyeon merasakan bulu romanya berdiri tanpa sebab . “Chanyeol…”  ucapnya sambil menoleh ke belakang. lampu mobilnya semakin mengecil seiring Kai menambah kecepatan. Kai tersenyum. Di saat itu juga Jiyeon merasakan ketakukan saat menatap senyuman tersebut. bukan kata terpanah namun berubah menjadi potret yang menyeramkan.

“Chanyeol sedang membuntuti kita.” ungkap Jiyeon dengan gigi yang bergelutuk ketakutan.

“Memangnya itu bisa membuat perbedaan?” balasnya dengan sebelah sudut yang tertarik.

Tanpa berpikir panjang Jiyeon langsung berteriak. “Hentikan mobilnya! Dan biarkan aku turun!” jeritnya.

“Hentikan?” tanya Kai dengan tersenyum menyeringai. “Baiklah.” dengan kasarnya pemuda itu  menginjak pedal rem kuat-kuat sambil memutar roda mobilnya. Jiyeon menjerit, kedua tanganya mencoba meraih benda apapun. Dunia terasa berputar-putar. Napas Jiyeon pun semakin memburu keras. Gaya gravitasi menarik tubuh mereka berdua. Kepanikan pun semakn terasa saat Jiyeon menyadari mobil yang sedang ia tumpangi tidak beratap saat mobil itu melayang dan berputar di atas langit.

~OoO~

-Pov Jiyeon-

Aku merunduk sambil berdoa, satu benturan keras membuat tubuhku terguncang, lalu semuanya menjadi gelap. Tubuhku seakan terhempas keluar akibat benturan keras tadi. Penglihatanku kabur dan berganti dengan warna yang keabu-abuan. Ku coba menghirup napas terakhirku sebelum mobil yang ku tumpangi terbalik untuk yang ketiga kalinya menuruni jurang yang terjal. Langit berubah hitam untuk yang sekian kalinya. Atap mobil menghantam tanah. “Tidak!!” pekikku tak berdaya. Tubuhku tersentak dalam kunkungan sabung pengaman. Rasa nyeri yang hebat menggerogoti seluruh tubuhku dalam seketika.

Suasana begitu sunyi. Bernapas pun terasi sakit. Kedua mataku menatap sendu ke depan kaca yang sudah hancur berkeping-keping dengan napas yang tersenggal-senggal. Mataku turun ke sebelah bangku yang saat tadi di kemudikan oleh Kai. Kai sudah tak ada. “Mungkinkah dia terlempar keluar?” lirihku.

Tubuhku tak mampu aku gerakan, aku merasakan beribu-ribu mata pisau yang menusuk tulang rusukku.  Tak ada setetespun darah di dalam sini. Tapi aku merasa ada organ tubuhku yang patah. “Apakah aku masih hidup?” bibirku terasa kering, batinku berkecambuk di saat itu juga.

“Jiyeon!” terdengar suara seseorang memanggil namaku dari kejauhan. “Park Jiyeon!”

Itu suara Chanyeol. Kupaksakan mataku menatap keatas langit yang terlihat menyilaukan. Satu sosok gelap meluncur ke bawah.

“Chanyeol!” seru batinku. Aku ingin berteriak namun aku tak mampu berkata, bibirku seakan terkunci rapat. Kutarik napas dalam-dalam untuk memanggilnya, lalu mengerang ketika seseorang meraih kepalaku dan memutarnya ke arah lain.

“Kai?” jerit batinku. Dia berdiri di luar mobil yang rengsek, dekat pintuku, terlihat tidak terluka sedikitpun dalam kostum bajak lautnya yang terbuat dari sutra hitam. Sinar bulan purnama menimpa matanya dan kalung batu yang ada di atas dadanya.

“Kau masih hidup?” ucapnya datar.

Airmataku mulai menetes. Aku tak mampu bergerak, tapi sekujur tubuhku terasa amat sakit yang tak terkira. “aku terluka.” bisikku pelan sekali. Tapi tanggapan yang di perlihatkan oleh Kai sebaliknya. Ia terlihat sangat dingin seperti tak peduli dengan apa yang sudah terjadi oleh diriku.

“Aku sudah tak punya waktu lagi.” kata Kai.

Kubelalakan mata, saat Kai mengeluarkan sebuah pedang  dari lipatan kostumnya. Kucoba berteriak, tapi napasku terhenti ketika dia menarik tangannya ke belakang seperti hendak akan menikamku. Bilahan pedang itu berkilat-kilat tertimpa bulan purnama, warnanya merah oleh bercak darah seseorang saat mata pisau runcing itu masih dai langit.

“Jangan!” pekikku. Aku berusaha mengangkat kedua lengan, tapi sabetan pedang Kai laksana petir yang menembus tubuhku begitu saja. pedang itu menanjap tepat di atas jantungku. Kupelototi bagian yang di tikam oleh pemuda itu. Aku sama sekali tak tergores. Gaunku tidak robek dan tak ada setetes darah pun yang mengalir. Padahal aku tahu pedang itu saat ini menembus  dagingku, ya pedang itu menembusku sekaligus menembus jok mobil yang ringsek.

Setelah melakukan itu Kai berdiri memegangi pedangnya dengan ekspresi lega sambil memandangi diriku dengan kedua matanya yang tajam. Kucba untuk berbicara setelah menyadari tak ada lagi bagian tubuhku yang sakit. Tapi suaraku tetap sama tak mampu keluar.

Seketika aku merasakan sensasi yang aneh. Ya, Sensasi yang menyeramkan itu menjalari sekujur tubuhku, menghentikan setiap pikiranku. Dengan kelembutan yang samar-samar. Selimut hampa mulai terbentuk di depan penglihatanku. Teriakan Chanyeol  tertelan oleh hembusan angin yang menerpa tubuhku. Yang tertinggal hanya kedua mata Kai yang keperakan.

Lalu Kai membalik-kan tubuh dan berjalan menjauh meninggalkan diriku. “Jiyeon!” kudengar kembali panggilan sayup-sayup yang terdengar asing, di susul sentuhan sekejap di pipiku, dan di detik itu juga kejadian itu melebur dan semuanya menghilang dari pandanganku.

-TBC-

33 thoughts on “R.E.A.P.E.R [Part 2]

Write your great opinion ^^