[Multi-Chapter] Mokpo – 03. When Time Stuck With Us

mokpo

Mokpo – When Time Stuck With Us

[Yoona & Siwon | Multi-Chapter | PG-15 | Drama & Romance]

“Dikala rasa kembali menguak luka.”

Read First: Mokpo – This Is the Beginning


Gumpalan awan berarak menjadi kelabu, dari pori-porinya tercipta sebuah bening yang menitik, titik-titik itu menjadi sebuah hujan yang berkeliaran di luar sana. Aku menatap nanar pada mereka, hujan turun pada malam selarut ini, tak pernah kubayangkan sebelumnya jika malam ini turun hujan. Kembali ku menyesap puntung rokok terakhir yang masih bertengger pada jari, asapnya bermain dan menyatu dengan partikel udara. Rokok telah menjadi kawan bagiku sejak lama sekali, kecil namun mampu menghilangkan beban yang berdiri kokoh di atas kepala.

Gadis kopi, begitulah aku memanggilnya. Entahlah, kalimat itu tiba-tiba saja mencuat dari bibir, mungkin karena minuman yang ia pesan frappe, jika limun mungkin aku akan memanggilnya gadis limun. Parasnya cantik, sangat cantik, ia tidak berubah, setiap lekukan wajahnya masih sama persis saat ia masih menjadi gadis kuncir kuda.

Tiba-tiba saja otak mengalirkan sebuah memori yang membekas, aku tersenyum membayangkannya. Gadis itu bernama Yoona, sayangnya ia tidak mengenaliku sama sekali, wajar saja karena Polandia telah mengisi setengah dari isi kepalanya setiap hari. Ia gadis yang cerdas dan berkarakter, tak banyak manusia Mokpo yang mampu terbang ke luar negeri untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Kami bagai punguk dan bulan, akulah punguk tersebut dan Yoonalah yang menjadi rembulan.

Aku tersadar, aku bukanlah apa-apa baginya ketika mengingat kembali asa yang waktu itu pernah menyelimuti diriku. Tidak, aku bukan pengecut, namun aku menyadari diri. Kini aku terpuruk dengan kondisi menjijikan, memiliki prostitusi berkedok kafe. Menyesal? Tentu aku sangat menyesal, namun asa telah hilang, masa depan masih menanti untuk dikuak.

“Siwon…”

Sebuah suara membuyarkanku dari lamunan, dia Stella, gadis yang tadi menjadi teman kencan Tuan Kim. Stella adalah satu dari sekian banyak gadis yang aku miliki, ralat, aku tidak memiliki hubungan dengan mereka, kami hanya sebatas rekan kerja saja.

Stella menyandarkan kepalanya diatas dadaku, aroma parfumnya seketika menyeruak hidung, “Habiskan malam ini denganku.” ia mengusap pipiku dengan penuh gairah. Aku tidak berminat dengannya, ia saja yang terlalu optimis untuk bersanding denganku.

Aku menepis tangan Stella, “Pergilah, sebentar lagi hujan semakin deras.” gadis ini sangat bebal, aku telah menyuruhnya untuk pulang justru ia memelukku dari belakang.

“Tidak, aku hanya ingin dirimu malam ini, Siwon.”

Aku tak suka disentuh-sentuh seperti ini. Kudorong tubuh Stella hingga ia terjatuh di kursi, “Jangan menyentuhku seperti ini Stella.” mungkin aku terlalu ofensif dengan memperlakukan wanita secara kasar, namun bagaimana lagi? Aku hanya ingin disentuh oleh satu wanita di dunia ini, wanita yang tulus mencintaiku dari dalam hatinya.

Ia berdiri dan menatapku dengan gusar, wajahnya berantakan dengan maskara yang telah pudar, ia tidak tampak seperti manusia melainkan hantu, “Oh, jadi ini perlakuanmu terhadap orang yang telah menjadi surplus penghasilanmu, huh? Ok! Aku pergi!” teriak Stella bersungut-sungut. Masa bodoh, aku tidak peduli denganmu, jalang! Aku menatap punggung Stella hingga hilang dibalik pintu, kembali ku menyesap rokok ini untuk menghilangkan kalut.

Aku kembali menerawang, menerawang tentang gadis kopi yang selama ini telah menjadi bayang dalam kehidupan.

Pagi di Mokpo kali ini terasa begitu spesial, mungkin karena aku tak pernah merasakan dersik menerpa dan sengatan matahari menyapu kulit. Aku menebarkan secercah senyuman pada penduduk San-Il, mereka pasti merasa pangling sebab aku telah menjadi seorang gadis remaja. Sejurus kemudian mataku terhenti pada sekumpulan anak-anak yang tengah berlarian di pinggir pantai.

Karena rasa ingin tahu yang membuncah, akhirnya kuputuskan untuk mendekati mereka. Kutatap wajah mereka satu persatu, mereka tersenyum lembut kepadaku seakan memberikan perkenalan kecil pada warga baru. Rupanya mereka tengah bermain bola, rata-rata dari mereka berumur lima hingga tujuh tahun kurasa, kaki-kaki kecil itu bergerak lincah menggiring benda bulat dengan corak hitam putih.

“Boleh aku ikut bermain?” dengan serempak mereka mengangguk, masalah bermain bola bukan hal sulit, sewaktu kecil aku sering bermain dengan anak laki-laki di San-Il, dari situ aku belajar bagaimana cara bermain bola, memanjat pohon, atau mengejar angsa. Dulu aku memang menjadi gadis kecil yang tomboi, ah aku rindu semua itu.

Aku merasakan rambutku seakan kembali diikat bak kuncir kuda, merasakan rambut yang berayun karena gerakan-gerakan ketika bermain.

“Hei! Gadis kopi!” permainan terhenti seketika, kulihat seorang pria berjalan mendekati pinggir pantai. Ia tersenyum kepadaku dan duduk dengan santai sembari mengamati.

“Lanjutkan saja.”

Kami melanjutkan permainan, seru sekali bermain dengan anak-anak ini, aku memang menyukai anak-anak, mereka adalah hal alami yang diciptakan oleh Tuhan, polos dan aktif. Akhirnya permainan ini diakhiri dengan kelompok kami yang kalah.

“Oh, ternyata si pria dingin. Mau apa kau kemari?”

Ia berdiri melipat kedua tangannya, kali ini ia tak memegang sebatang rokok, syukurlah.

“Tidak, kebetulan saja aku melihatmu bermain. Ternyata kau pandai juga bermain sepak bola.” ada sedikit nada ejekan dalam kalimatnya, aku menatapnya jengkel. Aku tidak menghiraukannya dan berjalan melewatinya begitu saja.

“Hei tunggu, Yoona!”

Apa? Apa yang baru saja aku dengar? Darimana ia tahu?

“Jangan bertanya, tentu aku tahu dirimu karena aku pernah menjadi bagian dalam kehidupanmu.” ucapnya santai, aku mengamatinya sekilas, dugaanku benar, pria itu tidak asing bagiku.

“Aku tahu kau Siwon si pria dingin pemilik kafe itu kan?”

Ia tertawa kecil, “Sungguh? Kukira kau seorang mahasiswa luar negeri, ternyata pemikiranmu sama saja dengan kami orang biasa. Dangkal sekali. Cobalah tebak.” aku benci ini, dia terlalu memutar-mutar pertanyaan.

“Sudahlah, aku tidak memiliki banyak waktu.”

Siwon menarik tanganku, “Baiklah, kuberi tahu. Aku adalah Siwon yang pernah kau pergoki ketika SD dulu, apa kau ingat?”

Aku memutar otak, kembali pada masa-masa ketika sekolah dasar, apakah ada kaitan diriku dengan pria dingin ini? Oh, tunggu! Sepertinya aku ingat, “Apa kau Siwon yang pernah aku pergoki tengah merokok bersama teman-teman berandalanmu?”

Ia tersenyum sekilas, aku bisa menangkap karisma yang dipancarkan darinya ketika tersenyum, “Haha tentu, bagusnya kau tidak mengadu pada guru.” kami tertawa bersama, ternyata benar, ia adalah teman masa kecilku, ternyata anak berandalan itu telah berubah menjadi um…lebih berandalan. Tapi yang aku suka darinya adalah ia seorang teman yang tulus, dibandingkan dengan teman-teman perempuan yang cenderung senang membocorkan rahasia. Bisa dibilang kami adalah teman baik, aku tidak tahu persis bagaimana kisah awal diriku dengan Siwon bisa bersahabat dengan baik, tapi yang pasti itu berawal dari diriku yang memergoki dirinya tengah merokok di kelas ketika istirahat.

“Ayolah, ku traktir bakpao dekat sekolah kita dulu. Pasti kau rindu dengan Paman Jiho kan?”

Kami bercengkrama hingga petang menjelang, saling bertukar pendapat dan mengenang masa lalu yang terkesan konyol. Siwon seorang yang humoris, ia selalu berhasil mengocok perutku dengan gurauan-gurauan receh. Dari sini aku tahu, ia kini bekerja sebagai seorang pemilik Kafe Boreoum yang tadi malam sempat kucicipi frappenya.

“Jadi kau termasuk seorang pengusaha sukses?” tanyaku padanya sembari mengunyah ramyun yang masih menguap panas. Ia mematik sebatang rokok, astaga, apa ia tidak bisa lepas dari rokok? Aku benci aroma asap nikotin yang menusuk hidung.

“Tidak juga,” asap keluar dari mulutnya, “Itu warisan dari ayahku, aku hanya meneruskan.”

Aku mengangguk, lampu-lampu di pinggir jalan menyala menghiasi wajah Mokpo dengan indahnya. Matahari sudah tidak nampak dari pandangan, kami berjalan pulang. Tak lama kami telah sampai di depan pintu gerbang dengan warna cokelat pias yang mengelupas.

“Oh iya, terima kasih atas hari ini. Aku tidak menyangka jika bisa bertemu dengan dirimu.”

“Tentu.” ia mengangkat kedua alisnya.

Aku menunduk malu, menggerakan kaki di tanah membentuk pola-pola kecil tak berbentuk, “Oh iya, jika nanti aku ingin frappe, aku akan kembali ke kafemu, ok!” setelah mengucapkan kalimat itu aku berlari ke dalam rumah dengan melambaikan tangan padanya.

Ternyata kejutan kecil adalah pembukan hariku di Mokpo, akankah ada kejutan lain di balik hari-hari yang terus berotasi?

-TO BE CONTINUED-

21 thoughts on “[Multi-Chapter] Mokpo – 03. When Time Stuck With Us

  1. Ternyata Yoona Siwon saling terhubung dimasa lalu,mereka teman swktu kecil.Sepertinya Siwon merasakan perasaan lebih thdp Yoona.Oh ya ampun Siwon mempunyai usaha Cafe dan prostitusi??

    Liked by 1 person

  2. Oh jdi mereka teman masa kecil…mengenang masa lalu nie…:-)
    Kayak mereka sudah mulai saling suka…
    Pengen tau ada kejutan apa lagi d chpter selanjutnya…
    D tunggu ya….!!!
    Tetep semangat thor…hwaiting….!!!!! 🙂

    Liked by 1 person

  3. Oh…ternyata siwon n yoona temen kecil toh…tp siwon dah nyimpen perasaan sm yoona deh…n skrng kayanya yoona jg dah mulai suka tuh sm siwon coz pas berpisah yoona malu2 kucing gitu hihihihihihi…next ya thor…

    Fighting n gomawo ya….

    Liked by 1 person

Write your great opinion ^^