Dream High 3 [Chapter 9]

image

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 |

Main cast:
Sehun, Jiyeon, Krystal
Support cast:
Taeyong, Joy, Lay
Genre:
School life, friendship, romance
Length:
Multichapter
Rating: PG – 13
Inspired Song:
T-Ara “Lies”, Minx “Love Shake”, Vixx “Chained Up”

Jiyeon nekad menyatakan perasaan yang selama ini ia pendam pada Oh Sehun. Meski hanya secara tersirat, hal itu membuat jantung Jiyeon berdegub kencang saat berhadapan dengan naja yang disukainya. Setelah lepas dari pandangan Sehun, Jiyeon menghentikan langkah kakinya. Nafasnya terengah, hembusannya pun terdengar dari jarak dua meter.

“Yaak! Apa yang membuatmu berlari-lari di malam hari? Kurang kerjaan saja!”
“Omo!” Jiyeon terlonjak kaget dan langsung menoleh ke belakang. Rupanya Lee Taeyong sudah berdiri di belakangnya dengan kedua tangan dilipat di depan dada.
“Yaak! Kenapa kau mengagetkanku? Aish!” Jiyeon memukul Taeyong kesal. Ia hampir saja terkena serangan jantung gegara sering dibuat kaget oleh Lee Taeyong.

at penampilan Jiyeon dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Penampilanmu ini tidak pantas berada di luar asrama. Kau… lebih pantas tidur di dalam kamar.”
Lagi-lagi Jiyeon dibuat kesal oleh ucapan Taeyong yang terucap seenak hatinya.
“Tidak ada urusannya denganmu. Baik aku mengenakan piyama maupun baju yang lain, hal itu tisak ada kaitannya denganmu,” ujar Jiyeon sewot.
Taeyong menggelengkan kepalanya pelan, heran pada sikap acuh tak acuh yang melekat pada diri gadis yang berdiri di depannya. “Ya sudah. Lekas pulang ke asrama sana! Kau mau kena razia jam malam, eoh?”

Jiyeon mendengus kesal. Ingin rasanya ia membungkam mulut Taeyong agar tak seenaknya mengatakan sesuatu yang menjengkelkan. “Araseo,” sahutnya kesal kemudian berlalu begitu saja dari hadapan Taeyong.
***

Krystal berjalan menyusuri jalan menuju taman kota untuk mencari seseorang yang sangat dibutuhkannya saat ini. Ia akan melakukan apapun agar keinginannya tercapai. Malam ini ia harus bertemu dengan Jiyeon dan menyuruhnya menyelesaikan tugas membuat aransemen lagu yang sebenarnya adalah tugas tengah semester Krystal sendiri.
Ia kesal tak kunjung menemukan sosok Jiyeon di tempat yang telah dilaluinya. Jika dirinya tidak dapat menemukan Jiyeon di taman kota lalu ke mana ia harus mencari gadis yang saat ini menjadi pusat pembicaraan di Kirin karena perubahannya yang sangat pesat.
“Ke mana lagi aku harus mencari si gendut itu?” tanya Krystal pada dirinya sendiri. Ia tak yakin dapat menemukan Jiyeon di taman kota.  Krystal berkali-kali mendesah kesal, tidak menemukan seseorang yang ia cari adalah suatu kekesalan yang mencapai puncak dan membuatnya ingin menghancurkan apa saja yang ada di depannya.

“Krystal-a!”
Krystal menghentikan langkah kakinya. Ia membalikkan badan dan terngangasesuai saat melihat seseorang berdiri di depannya. “Se, Sehun-a….” Ia menatap Sehun dan mengamati penampilan namja yang ia sukai itu. “Ini… benar-benar kau, Sehun-a?” tanya Krystal yang tidak percaya bertemu Sehun di sekitar taman kota. Penampilan Sehun tak beda jauh dengan para berandalan yang berkeliaran di kota Daegu.

Sehun menunjukkan ekspresi datar dan tidak ingin mengatakan sesuatu yang akan membuat Krystal bertanya banyak hal padanya.
“Kau… dari mana saja?” tanya Krystal.
Sehun sudah menduga bahwa Krystal pasti akan bertanya seperti itu. “Kau sendiri… apa yang kau lakukan di sini? Tidak biasanya kau berkeliaran di tenpat umum.” Sehun balik bertanya pada Krystal yang disambut ekspresi kesal dari Krystal.
“Kenapa balik bertanya? Aku mencari Park jiyeon. Joy bilang dia ada di luar dan aku mengira kalau dia ada di taman.”
“Kenapa kau begitu yakin?” tanya Sehun serius karena dirinya dua kali bertemu Jiyeon di sekitar taman kota secara kebetulan.
Kryatal menghela nafas panjang. Ia sedikit mengingat-ingat sesuatu. “Aku pernah melihatnya bermain gitar bersama seorang nenek di pinggir taman. Kemudian orang-orang memberi mereka uang yang jumlahnya tidak sedikit.”
Sehun mengerutkan kening.
“Entah apa yang dilakukan si gendut itu, aku yakin dia sedang mengamen bersama neneknya. Ah, mungkin itu benar. Yah, kita tahu kan, kalau keluarga Jiyeon itu… tidak jelas.”
Sehun menatap Krystal tajam. “Keluargaku juga tidak jelas.”

Krystal terperanjat mendengar pengakuan Sehun. “Apa maksudmu?”
“Sudah lupakan!” Sehun siap melangkahkan kakinya beranjak dari hadapan Krystal.
“Tunggu!” Krystal memegang lengan Sehun. “Kau bisa cerita apa saja padaku, Sehun-a. Aku berjanji akan menjaga rahasiamu.”
Sehun menoleh ke arah Krystal dan menatap matanya cukup lama. “Aku tidak punya rahasia.”
Detik berikutnya, Sehun pergi entah ke mana.

Krystal mengepalkan tangannya, menahan kekesalan setelah mendengar pengakuan Sehun yang menurutnya tidak sesuai dengan kenyataan. “Aku tahu kau berbohong padaku, Sehun-a. Kau selalu tertutup dariku. Lambat laun, aku pasti akan mengetahui rahasiamu.”
Sehun yang telah berjalan cukup jauh, tentu saja tidak mendengar perkataan Krystal yang kesal terhadap sikap namja itu. Sikap acuh seorang Oh Sehun benar-benar membuat orang lain gemas ingin berbuat sesuatu padanya.
*****
Kriiiiiiiiiiing!!
Alarm jam beker berbunyi nyaring hingga memekakkan telinga Joy yang masih asyik berpelukan dengan bantal kesayangannya. Joy terlonjak kaget dan melempar bantalnya jatuh dari tempat tidur.
“Ya ampuuuun! Jam beker ini bisa membuatku memiliki penyakit jantung. Haish!” Joy mengacak rambutnya kesal. Mau tak mau, ia harus bangun dan beranjak dari tempat tidur kesayangannya jika dirinya tidak ingin terlambat ke sekolah. Karena sibuk dengan aktivitasnya sendiri, Joy sama sekali tak memikirkan Jiyeon yangdi ternyata sudah tak ada di tempat tidur. Joy sempat melirik tempat tidur Jiyeon yang telah kosong. Namun ia acuh dan melanjutkan aktivitasnya lagi.

Hari ini sekolah seni Kirin terlihat lengang dan hanya sedikit siswa yang masuk sekolah, termasuk Joy, Taeyong, Lay, dan Krystal. Kebetulan, keempat siswa tersebut datang bersamaan dan saling menatap.
“Kenapa tatapanmu seperti itu?” tanya Joy pada Lay yang menatapnya tanpa berkedip.
Lay menyipitkan kedua matanya. “Aku hanya merasa ada yang aneh.”
Joy celingukan, mengira kalau ada yang aneh dari penampilannya. “A, apa yang aneh?” tanya Joy bingung.
“Dasar bodoh!”
“Yaak Lee Taeyong! Kau bilang apa tadi?” Joy mulai emosi menghadapi Taeyong yang mengatakan kalau dirinya bodoh.
“Maksud Lay tadi bukan dirimu yang aneh, Pabbo! Ada sesuatu yang tidak biasa.” Taeyong menjelaskan maksud perkataan Lay tadi.
“Apa?” tanya Joy yang masih tidak menyadari kalau yang dimaksud Lay adalah kebiasaan Joy pagi ini ada yang aneh.
Lay dan Taeyong menghela nafas dalam-dalam.
“Di mana Jiyeon? Biasanya kalian berangkat bersama. Sekarang kau malah berangkat sendiri,” ujar Lay.
Joy menghentikan langkahnya dan mengingat sesuatu di kamarnya tadi pagi. “Kalian benar. Aku pikir Jiyeon sudah berangkat lebih dulu. Jadi, aku santai saja dan sama sekali tidak memikirkan kalau dia membolos. Ah, tidak mungkin kalau Jiyeon berani membolos.”
“Kau yakin sekali kalau temanmu itu siswi baik-baik? Kalau aku… yakin Jiyeon pasti membolos hari ini. Buktinya, sampai saat ini ia belum datang di sekolah. Benar, kan?” Krystal menyahut sesuka hatinya. Rupanya yeoja itu menyimak pembicaraan tiga orang siswa Black Class sedari awal.
“Hey, sudahlah jangan dibahas. Siapa tahu Park Jiyeon sudah duduk manis di dalam kelas. Jangan berprasangka buruk.” Taeyong tidak ingin ada kejadian adu mulut antara Joy dan Krystal yang berdebat tentang Park Jiyeon.
Saat keempat siswa tersebut tengah sibuk dalam perbincangan hot pagi itu, tiba-tiba seseorang yang sangat terkenal di Kirin dan berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup sekolah seni yang berdiri sejak beberapa tahun itu. Oh Sehun kembali ke sekolahnya dengan seragam lengkap dan tas ransel yang menghiasi punggungnya. Ia berjalan santai dan sama sekali tidak mempedulikan siswa siswi yang bergumam melihatnya melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung sekolah Kirin.
“Itu kan Oh Sehun…” ucap Taeyong yang secara tidak sengaja melihat sosok Sehun berjalan seorang diri mendekati gedung sekolah.
Tiga orang siswa lainnya mengalihkan perhatian mereka ke arah Sehun. Mereka penasaran, apa yang telah terjadi pada namja jangkung itu. Kemarin dia tidak masuk sekolah dan ada isu kalau dirinya keluar dari Kirin. Tetapi sekarang….
“Sehun-a!” panggil Krystal lantang yang sukses membuat Sehun menoleh ke arahnya.
“Wah, dia langsung menoleh kemari,” ujar Taeyong yang tidak menyangka kalau Sehun akan menoleh saat dipanggil Krystal karena menurutnya Sehun tidak menyukai Krystal.
“Tentu saja,” sahut Krystal bangga karena berhasil memanggil Sehun.
Joy dan Lay menghembuskan nafas kasar melihat sikap Krystal yang selalu seperti itu.
Sehun datang mendekat dengan gaya berjalan khas dirinya, santai. “Kenapa memanggilku? Aku tidak ingin mendengar alasan konyol kau memanggilku.” Sehun terlihat lebih dingin dari biasanya.
“Aku punya alasan khusus memanggilmu, Sehun-a. Kau kembali ke Kirin?” tanya Krystal to the point.
Sehun melirik Krystal dingin. “Memangnya kapan aku meninggalkan Kirin? Apkah karena tidak masuk satu hari, aku dikatakan keluar dari Kirin?”
Empat siswa yang mendengar pertanyaan itu terdiam. Memang seperti itu isu yang mereka dengar tentang Sehun. Apalagi yang mengatakan pertama kali adalah Taeyong.
“Bukannya memang begitu?” tanya Taeyong.
“Baiklah, jika kalian menganggapnya begitu, sekarang anggap saja aku telah kembali.” Sehun hendak beranjak dari tempat itu. Ia tidak ingin berlama-lama berada di tempat itu karena berbagai macam pertanyaan pasti akan dilontakan padanya. “Oh ya, di mana temanmu, Park Joy?”
Joy mengerutkan kening, bingung dengan pertanyaan Sehun. “Teman?” Ia celingukan melihat Lay, Taeyong, dan Krystal. “Teman… ah, maksudnya Jiyeon?”
Sehun terdiam tak menjawab. Tentu saja yang ia maksud adalah Park Jiyeon. “Dia punya janji padaku dan aku ingin menagihnya. Di mana dia?”
“Tidak ada yang tahu di mana Jiyeon sekarang. Kau mencarinya, kami pun mencari dirinya.” Lay angkat bicara. Memang seperti yang dikatakan oleh Lay, tidak ada seorang pun yang mengetahui di mana Jiyeon berada. Tidak biasanya gadis itu membolos seperti inI.
*****

Suasana pusat kota pagi ini masih terlihat lengang. Hanya ada beberapa orang yang menghabiskan waktu di pagi hari dengan berjalan-jalan bersama buah hatI atau sekedar refreshing bersama anjing atau kucing piaraan mereka. Taman kota pun terlihat seperti sebuah taman kanak-kanak karena tak sedikit anak-anak yang bermain di tempat itu. Seorang gadis tersenyum damai melihat anak-anak yang bermain riang di depannya. Ya, gadis itu tidak lain adalah Park Jiyeon yang mengenakan seragam sekolahnya. Ia sengaja tidak masuk hari ini.
“Noona, ayo bermain bersama kami,” ajak seorang bocah kecil laki-laki yang berumur sekitar empat tahun. “Kita bermain bola,” lanjutnya. Bocah itu sama sekali tidak takut pada orang asing yang baru dilihatnya.
Jiyeon semakin mengembangkan senyumnya. Ia teringat adik kecilnya yang telah meninggal dunia. “Hem, baiklah. Kita bermain bola,” sahut Jiyeon mengiyakan ajakan sang bocah yang baru dikenalnya.
Bocah laki-laki itu lucu dan pemberani. Seandainya saja adiknya masih hidup, tentu saja ia akan bermain bersama sang adik tercinta.
Beberapa menit telah berlalu. Baik Jiyeon maupun bocah laki-laki itu terlihat lelah dan senang. Mereka berdua duduk di atas rumput taman kota yang bersih dan meluruskan kedua kaki agar otot tidak tegang.
“Kau pandai bermain bola. Siapa namamu?” Jiyeon berusaha akrab dengan bocah laki-laki yang mengajaknya bermain bola tadi. “Oh ya, kenalkan namaku Park Jiyeon. Kau bisa memanggilku Jiyeon noona. Namamu siapa?” tanya Jiyeon lagi.
Bocah itu tersenyum melihat Jiyeon. “Jiyeon noona cantik. Aku suka bermain dengan noona. Namaku Lee Bum Soo.”
“Wah, kau hafal nama lengkapmu ya? Anak pintar!” Jiyeon mengacak rambut Bum Soo dan membuatnya terkikik. “Di mana orang tuamu? Kau ke sini bersama mereka, kan?”
Bum Soo mengangguk. “Iya. Itu orang tuaku.” Ia menunjuk ke arah sepasang suami istri yang sedang sibuk menatap layar Ipad masing-masing.
Jiyeon sudah dapat menebak kalau orang tua Bum Soo adalah pengusaha yang selalu disibukkan dengan kegiatan dan urusan bisnis mereka. Jiyeon merasa kalau Bum Soo bernasib sama dengan Sehun. Mungkin apa yang dialami Bum Soo sama dengan yang dialami Sehun sewaktu namja itu masih kecil, kesepian dan kurang kasih sayang. Jiyeon menatap Bum Soo lekat-lekat. Ia merasa iba pada bocah empat tahun itu.
“Bum Soo-a, seandainya Tuhan menyuruhmu meminta satu permintaan yang spesial, apa yang akan kau minta?” tanya Jiyeon iseng.
Bum Soo menatap Jiyeon serasa berpikir. “Mmmm… aku ingin meminta kepada Tuhan… mmm… aku ingin minta orang tuaku mau menemaniku bermain. Aku ingin bermain bersama kedua orang tuaku.”
Jiyeon terharu mendengar kata-kata Bum Soo. Bocah seumur Bum Soo seharusnya mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang lebih dari orang tuanya namun hal sebaliknya malah terjadi, Bum Soo seperti orang asingasing bagi kedua orang tuanya.
“Semoga Tuhan mengabulkan permohonanmu itu, Bum Soo-a. Aku juga akan mendoakanmumembuat.”
Bum Soo merasa dekat dengan Jiyeon. Ia seperti telah menemukan seorang kakak perempuan yang benar-benar sayang padanya. “Noona baik sekali. Seandainya aku bisa memiliki kakak seperti noona….” Bum Soo nampak sedih. Ia teringat saat-saat bermain sendirian.
“Kau bisa menganggapku seperti kakakmuitu sendiri, Bum Soo-a. Aku akan menemanimu bermain. Bagaimana kalau kita berjanji bertemu di taman ini setiap hari Minggu?”
“Benarkah?” tanya Bum Soo dengan mata berbinar-binar karena senang.
Jiyeon mengangguk kecil. ‘Aku tahu rasanya sendirian, Bum Soo-a. Maka dari itu, aku tidak akan membiarkan anak sebaik dirimu merasa kesepian tanpa teman dan keluarga. Kita berdua sama, tapi latar belakang keluarga kita berbeda,’ batin Jiyeon saat menatap iba seorang bocah bernama Lee Bum Soo.
*****

Kembali ke sekolah seni Kirin yang terancam dibubarkan karena keputusan sepihak oleh sang pemegang saham yang tidak lain adalah ayah kandung Oh Sehun. Tuan Oh marah besar tatkala mengetahui polah tingkah anak bungsunya yang memutuskan kembali ke Kirin.
Guru Narsha nampak berjalan melewati Black Class yang sedari pagi dibiarkan tanpa pelajaran apapun. Taeyong, siswa yang selalu bersikap kritis terhadap apapun, melihat sosk Narsha yangg berjalan terburu-buru menuju lantai dua. Tentunya lantai dua di mana kantor direktur berada.
“Apa yang akan dilakukan guru Narsha?” lirih Taeyong penasaran.
JoyIa mendengar ucapan Taeyong. Ia pun ikut penasaran. “Siapa? Guru Narsha?”
Taeyong mengangguk. “Pasti ada sesuatu yang penting tengah terjadi. Atau ini menyangkut tentang Oh Sehun.”
Plak!
Joy memukul kepala Taeyong dengan tangannya. “Jangan berspekulasi sendiri. Ucapanmu itu bisa memprovokasi orang lain.”
Taeyong melirik Joy kesal. Ia pun kembali ke bangkunya yang terletak di deretan paling depan.

Terdengar suara beberapa orang yang beradu mulut di ruang kerja direktur.
“Aku senang kau kembali ke sekolah ini, Oh Sehun. Akan tetapi… aku tidak dapat memikirkan masa depan sekolah ini.” Kepala sekolah terlihat putus asa dan terlalu banyak pikiran. “Aku… tidak tahu bagaimana nasib para siswa yang ingin meraih cita-citanya melalui sekolah ini.”
Sehun menarik nafas dalam-dalam. Ia tahu kalau keputusannya ini akan merugikan banyak pihak. “Aku yakin Anda dapat mengatasi masalah ini, Kepala Sekolah. Aku hayalah seorang siswa yang tentu saja tidak berhak ikut campur dalam urusan sekolah dengan perusahaan. Meskipun sang pemegang saham adalah ayah kandungku, aku tetap harus tahu diri kalau tugasku hanya belajar.”
Kepala sekolah tercengang. “Apa kau bilang? Ini tanggung jawabmu juga. Karena dirimu lah, ayahmu ingin membubarkan sekolah ini.”
“Apakah semuanya harus aku selesaikan sendiri? Kata-kata Anda itu melukiskan kalau Anda menginginkan aku keluar dari sekolah ini.”
“Bukankah dari awal kau memang tidak pernah sukajatuh bersekolah di sini, Oh Sehun? Kenapa sekarang kau malah mati-matian ingin melanjutkan sekolah di sini?”
Sehun terdiam. Kepala sekolah memang benar. Dari awal dirinya memang tidak senang bersekolah di tempat itu. Tetapi ada alasan lain yang membuatnya harus bertahan di tempat itu. “Aku punya alasan sendiri untuk tetap berada di sini,” ujar Sehun datar.
Kepala sekolah menggelengkan kepalanya pelan. Ia sudah tidak sanggup menghadapi sikap Sehun yang menurutnya masih sangat labil. “Baiklah, terserah kau saja. Silahkan keluar dari ruangan ini jika kau ingin.”
Sehun keluar ruangan dengan kesal. Kenapa semua masalah harus dilimpahkan padanya? Kenapa semua orang menuntut tanggung jawab tentang sekolah Kirin padanya. Dia memang putra bungsu dari ayahnya yang sangat kejam. Tapi bukan berarti ia harus menanggung semua beban itu. Sehun kesal. Ia berjalan menuju teras lantau dua dan ingin menghirup udara segar di luar sana.
*****

“Black Class sepi tanpa Jiyeon,” lirih Taeyong lesu.
Joy yang duduk di belakang Taeyong segera menyahut. “Sejak kapan kau memikirkan Jiyeon?”
Taeyong memutar bangkunya ke belakang dan langsung berhadapan dengan Joy. “Apa yang kau pikirkan, eohaku? Jiyeon adalah temanku. Jadi wajar saja kalau aku memikirkannya. Jangan berpikir macam-macam! Di hatiku hanya ada satu nama, Jung Krystal.”
“Cih! Apa yang kau harapkan dari gadis sombong itu? Apa hanya karena dia seorang idol?” Joy mencibir Taeyong karena masih menyimpan perasaan pada Krystal. “Cintamu itu, bertepuk sebelah tangan. Jangan berharap lebih darinya.”
Taeyong mendengus kesal.
Kriiiiing!
Ponsel Joy berdering. Seseorang sedang menunggunya di ujung saluran telepon.
“Yoboseo,” ucap Joy singkat.
“Joy, kau tahu di mana Jiyeon berada?” Suara Sehun menghiasi ruang dengar Joy.
Joy mengerutkan keningnya. Sedari pagi, ia mencari Jiyeon di seluruh sudut sekolah namun hasilnya nihil.
“Aku juga tidak tahu. Kami sudah mencarinya di seluruh sudut sekolah tapi Jiyeon tetap tidak ada. Mungkin… dia tidak masuk hari ini.”
“Apa?” Sehun tidak percaya kalau Jiyeon absen tanpa ijin terlebih dahulu. “Ya sudah, terimakasih.”
Sehun memutuskan sambungan telepon.
“Kenapa namja itu mencari Jiyeon?” tanya Joy lirih. Ia heran atas sikap Sehun yang terkadang membuatnya bingung. “Ah, dasar namja labil!”
*****
Sehun berjalan mondar mandir di teras lantai dua. Ia sedang berpikir dan mencari tahu di mana kiranya Jiyeon berada. Tidak mungkin Jiyeon absen sekolah tanpa alasan yang jelas. Jika di asrama dan sekolah tidak ada, di mana lagi ia harus mencari Jiyeon?
“Kau yang membuatku kembali ke tempat terkutuk ini, Park Jiyeon. Tetapi kau sendiri malah menghilang. Sebenarnya kau ada di mana?” lirih Sehun. “Aku harus mencari Jiyeon di luar sekolah. Tapi di mana?” Sehun mulai berpikir dan mengingat di mana ia pernah bertemu Jiyeon saat mereka berada di luar sekolah. Terminal? Halte? Swalayan? Toko? Taman?
“Oh iya, taman! Ya, aku pernah bertemu Jiyeon di dekat taman.” Sesegera mungkin Sehun berlari menuju taman kota yang berjarak lima kilometer dari sekolah.
Sehun tidak peduli pada pelajaran yang berlangsung pada saat itu. Yang ia tahu, sekarang dirinya harus bertemu dengan Jiyeon dan memaksa gadis itu masuk sekolah. “Aku tidak akan membiarkan dirimu berada di luar sekolah sementara aku sendiri sudah kembali ke sekolah, Park Jiyeon.”
*****
Sehun berjalan beberapa meter setelah turun dari bus di halte dekat taman kota. Ia mulai mencari gadis yang membawanya kembali ke Kirin.
“Aku harus bertemu dengan Jiyeon,” lirih Sehun mempercepat langkahnya.
Sementara itu, Jiyeon yang baru saja selesai bertemu dengan Bum Soo, berjalan menuju halte bus yang berjarak cukup jauh dari tempatnya saat ini. Tentu saja, Jiyeon berada di tengah taman kota dan membutuhkan waktu beberapa menit untuk sampai di halte bus terdekat. Ia pun mempercepat langkahnya agar segera sampai di halte.
Baru setengah perjalanan menuju halte, Jiyeon menghentikan langkahnya dan terpikirkan sesuatu yang menurutnya penting. Hari ini dia telah membolos sekolah dan tanpa izin pada teman-temannya. Jiyeon sadar kalau dirinya telah membuat teman-temannya cemas karena tak ada kabar apapun selama dirinya pergi. Untuk saat ini, Jiyeon memutuskan menjauh dari kehidupan sekolah apalagi menginjakkan kakinya di sekolah Kirin.
Jiyeon duduk di bangku taman, tepatnya di bawah sebuah pohon sakura tak berbunga. Ia merenung sejenak, memikirkan keputusannya yang diambilnya secara mendadak itu. “Semoga keputusanku ini….”
“Keputusan apa?”
Deg!
Jiyeon membelalakkan kedua netra bulatnya, terkejut mendengar suara yang tentu sudah tidak asing baginya.
“Ah, tidak mungkin. Itu hanya khayalan,” ungkapnya lirih seraya mengerjap-ngerjapkan kedua matanya.
“Keputusan tentang apa? Tentang kau menghilang dari Kirin? Sejak kapan kau pandai membolos?”
Jiyeon mendengar suara Sehun dengan jelas namun ia masih tidak berani melihat sosok Sehun yang berdiri di sampingnya. ‘Dari mana ia tahu kalau aku ada di sini?’ tanya Jiyeon dalam hati.
“Kau? Dari mana kau tahu kalau aku ada di sini?” tanya Jiyeon yang memberanikan diri bertanya pada Sehun.
Sehun menyipitkan kedua matanya. “Tidak penting! Katakan alasanmu tidak masuk sekolah! Kau sudah memakai seragam tapi….”
Jiyeon menghela nafas panjang kemudian menatap Sehun lekat-lekat. “Alasanku karena dirimu.”
Sehun mengerutkan keningnya kemudian mendekatkan jaraknya dengan Jiyeon. “Apa maksudmu?”
Deg! Deg! Deg!
Jiyeon tidak berani menatap namja yang disukainya dalam jarak dekat. Ia menundukkan kepala dan mulai menyusun kata-kata untuk menjawab pertanyaan Sehun. “Mmm… maksudku… aku membolos karena tidak ada alasan untuk tetap berada di sekolah. Kau memutuskan untuk meninggalkan Kirin. Itulah yang menjadi keputusanku juga. Aku… akan keluar dari Kirin.”
“Apa? Hanya begitu? Kau melakukan hal yang serius hanya karena alasan konyol?”
“Kau bilang alasan konyol?” Jiyeon marah karena Sehun menganggap alasannya membolos seperti alasan yang dibuat anak kecil sehingga pantas disebut sebagai alasan konyol. “Kau tahu? apa semangatku menuntut ilmu di sana?”
Sehun terdiam dan berekspresi datar.
“Aku melakukannya karena dirimu juga keluar dari Kirin. Aku ingin kau kembali, Oh Sehun. Makanya hari ini aku tidak masuk sekolah dan memilih membolos. Kau adalah salah satu alasanku tetap berada di Kirin. Jika kau keluar, tentu saja….”
“Siapa yang mengatakan kalau aku keluar? Apakah kau melihatku mengundurkan diridiri di hadapan kepala sekolah dan mantan direktur? Tidak, kan?”
Jiyeon ingat apa yang dikatakan oleh Taeyong saat dia memergoki Sehun pergi ke ruang mantan direktur. “Ada seseorang yang melihatnya langsung. Kau tadi bilang apa? Mantan direktur?” Jiyeon mengernyitkan keningnya.
Sehun terdiam, kaku, dan bingung harus menjelaskan apamaksud pada Jiyeon tentang kata ‘mantan direktur’. Saat ini Lee Kang Chul bukan lagi direktur pemegang saham perusahaan agensi yang menaungi artis-artis lulusan Kirin. Sekolah seni Kirin pun bukan lagi tanggung jawabnya. “Mmm, tentang itu… aku tidak bisa memberimu penjelasan panjang lebar. Intinya, Lee Kang Chul bukan lagi direktur kita karena saham perusahaan telah diambil alih oleh seorang pengusaha kaya, di mana Lee Kang Chul pernah berhutang banyak padanya. Untuk membayar hutang-hutang tersebut, dia menjual saham utama yakni perusahaan agensi dan… sekolah Kirin.”
“Apa?!” Jiyeon tidak percaya terhadap apa yang dikatakan oleh Sehun. Seorang Lee Kang Chul rupanya memiliki titik kelemahan. “Bagaimana kau bisa tahu tentang itu semua? Bukankah itu rahasia mereka?”
Kali ini Sehun benar-benar mati kutu. Ia tidak ingin memberitahukan bahwa ayahnya lah pemegang saham milik Lee Kang Chul yang dulu. Ia tidak ingin membongkar rahasia itu pada siapapun, termasuk Jiyeon. Tetapi untuk menjawab pertanyaan Jiyeon, Sehun harus menjelaskan itu semua. “Aku… tidak akan memberitahukan padamu tentang sumber informasi itu. Hanya itu yang aku tahu. Selebihnya, kita lihat saja nanti. Waktu pasti berjalan dan seiring dengan itu, rahasia-rahasia pasti akan terungkap tanpa dibuktikan dengan kata-kata.”
Jiyeon menghembuskan nafas kasar. Ia tahu kalau Sehun tidak akan membeberkan semua rahasia padanya. “Ya, aku mengerti. Itu sudah cukup,” ujar Jiyeon dingin.
“Jangan mencoba keluar dari Kirin!” Tiba-tiba Sehun mengatakan hal itu pada Jiyeon.
“Apa hakmu mengatakan seperti itu padaku?”
“Aku berhak melarangmu keluar dari Kirin karena aku adalah salah satu semangatmu menuntut ilmu di sana, kan?”
Deg!
Sehun tahu dan sadar apa yang ia ucapkan pada Jiyeon. Jiyeon pun sadar dan mendengar dengan jelas kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Sehun.
Susah bagi Jiyeon untuk merangkai kata, membalas ucapan Sehun. Apa yang dikatakan oleh Sehun memang benar. Justru kebenaran itulah yang membuat dirinya sulit mengucapkan sepatah kata pada Sehun, namja yang ia sukai.
“Aku hanya membolos, tidak keluar dari Kirin. Apa yang membuatmu berpikir kalau aku akan keluar dari Kirin?”
Pertanyaan itu adalah pertanyaan milik Sehun yang ia tanyakan pada Jiyeon. Kini, Jiyeon mengembalikan pertanyaan itu dengan mudah. Sehun pun langsung menjawab, “Aku tahu dari mulutmu sendiri. Kau yang mengatakan bahwa ada kemungkinan kau keluar dari Kirin. Benar, kan?”
Jiyeon menepuk dahinya pelan. Ia menyadari kebodohannya mengajukan pertanyaan yang pernah ia tanyakan pada Sehun dan dia sendiri yang menjawab pertanyaan itu.
“Baiklah, kali ini kau menang. Lalu… untuk apa kau menemuiku di sini?” tanya Jiyeon.
“Untuk menjelaskan itu tadi dan mencegahmu meninggalkan Kirin. Kau yang membuatku kembali ke Kirin. Jadi, kau tidak boleh pergi begitu saja.”
“Baiklah. Aku tidak akan keluar dari Kirin meskipun….”
“Kenapa?”
“Meskipun Kirin telah diambil dari tangan Lee Kang Chul. Awalnya ku memang mengundurkan diri dan ingin keluar dari Kirin karena masalah ini. Tetapi setelah aku berpikir secara matang, aku tidak perlu melakukan itu. Tidak ada hubungannya antara aku dengan masalah internal perusahaan dan aku juga tidak ada urusan dengan Lee Kang Chul.”
Jiyeon mengangguk paham. “Aku mengerti maksud penjelasanmu.”
Sehun tersenyum senang hingga menampilkan deretan gigi putihnya yang tumbuh dengan rapi. “Syukurlah kalau kau mengerti. Sekarang, ayo kita kembali ke Kirin. Teman-temanmu bingung mencarimu ke mana-mana. Mereka khawatir dan cemas.”
“Baiklah. Aku akan kembali ke Kirin kalau kau memang benar-benar sudah kembali.”
*****

Kirin Art School
Itulah yang tertulis dalam bentuk huruf besar yang terpampang di depan gerbang masuk sekolah seni bergengsi itu. Ya, sekolah seni Kirin yang kini diambil alih oleh seorang pengusaha sukses dan berpengaruh di dunia bisnis, yang tidak lain adalah ayah kandung Oh Sehun.
CEO Oh duduk diam sembari menatap tulisan Kirin Art School di depan pintu masuk sekolah seni itu. Ia dan anak buahnya sengaja tidak segera masuk ke halaman sekolah, malah menjejerkan mobil-mobil mewah di depan pintu gerbang sekolah Kirin.
Seorang anak buah CEO Oh bertanya apakah sang atasan ingin segera masuk ke dalam halaman sekolah?
Sang CEO rupanya menjawab tidak. Dia ingin melihat seberapa megah bangunan sekolah yang tiga tahun lalu hampir ditutup, sebelum melahirkan idol terkenal seperti Song Sam Dong.
“Sekolah inI ternyata memiliki bangunan yang cukup bagus jika dinilai dari segi arsitektur. Aku jadi tidak sabar untuk masuk ke dalam gedung itu.”
Rombongan CEO kaya itu pun akhirnya masuk melalui pintu gerbang dan memarkir mobil mereka di halaman sekolah yang tidak begitu luas.
Beberapa siswa yang berkeliaran di luar gedung melihat pameran mobil-mobil mewah dengan heran. Mungkin baru pertama kali itu mereka melihat mobil mewah dengan mata kepala mereka sendiri. Setelah memarkir mobil-mobil mahal, rombongan CEO Oh masuk ke dalam gedung sekolah dan langsung menuju lantai dua di mana terdapat ruang direktur di sana.
Yang Ji Man selaku kepala sekolah yang tidak diakui, tidak sengaja melihat rombongan itu ketika menjejakkan kakI di setiap anak tangga.
‘Apa yang mereka lakukan di sini?’ tanya Yang Ji Man dalam hati.
“Kepala sekolah, kenapa Anda menatap orang-orang berjas itu tanpa berkedip?” Tiba-tiba Lee Taeyong berdiri di samping Yang Ji Man dan menepuk bahunya pelan.
Yang Ji Man kaget bukan kepalang dan memukul kepala Taeyong denganyang lembaran buku yang ia gulung-gulung. “Kau! Beraninya mengagetkanku!”
Taeyong merintih menahan sakit setelag mendapat pukulan cukup menyakitkan di kepalanyamana. “Kenapa Anda memukulku? Aku kan hanya bertanya?”
“Sudah, aku tidak ingin berdebat denganmu. Kau malah membuatku semakin pusing. Tapi… tunggu. Aku mencurigai sesuatu saat melihat rombongan orang berjas hitam itu datang ke sini.”
“Curiga? Ah, kepala sekolah suka curiga. Jangan seperti itu, Kepala Sekolah.”
Yang Ji Man menegakkan tubuhnya dan menghela nagas panjang. “Tentu saja aku curiga. Kau tahu siapa namja yabg berjalan paling depan tadi?”
“Aku hanya melihat sekilas. Memangnya siapa dia?”
“Dia adalah ayah kandung Oh Sehun, sang pengusaha yang terlalu sukses.”
“Ayah Oh Sehun? Untuk apa dia kemari?” tanya Taeyong yang sukses membuat Yang Ji Man tambah pusing.
“Itulah alasannya kenapa aku curiga, Taeyong bodoh!”
Taeyong mendengus kesal pada kepala sekolahnya yang sudah dianggap seperti ayahnya sendiri.
*****

Tap tap tap!
Sehun dan Jiyeon berjalan agak terburu menuju sekolah Kirin. Mereka baru saja turun dari bus yang membawa keduanya dari taman kota. Jiyeon menceritakan semua pengalamannya tentang bernyanyi pada Sehun. Tak jarang, Sehun pun memuji keberanian Jiyeon melakukan pekerjaan menyanyi di pinggir jalan alias mengamen. Pekerjaan paruh waktu yang dilakukan oleh Jiyeon di masa lalu juga memberikan kesan mengagumkan bagi Sehun. Ia tidak mengira kalau seorang gadis gemuk seperti Jiyeon akan rela bekerja keras membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
“Wah, tumben banyak mobil yang berderet di depan gedung sekolah,” ujar Jiyeon heran melihat mobil-mobil mewah terparkir rapi di halaman sekolah.
Sehun menyipitkan kedua matanya saat melihat salah satu mobil yang tidak asing baginya. “Sepertinya aku pernah melihat mobil yang paling kanan itu,” lirih Sehun yang tentu didengar oleh Jiyeon.
“Yang benar? Ah, mungkin kau pernah melihatnya melintas di jalan raya,” kata Jiyeon yang masih belum tahu kalau sebenarnya Sehun adalah putra pengusaha kaya yang mengambil alih perusahaan milik Lee Kang Chul.
“Yah, mungkin saja,” kata Sehun santai meski dirinya yakin kalau mobil itu adalah mobil milik ayahnya.

Tbc

Bersambung dulu ya. Soalnya kalo diterusin ntar malah kepanjangan. Next chap lebih seru karena Tuan Oh udah berani muncul di sekolah Kirin dan Oh Sehun udah balik di sekolah itu. Next chap belum bisa janji bakal update soon soalnya FF yang lain masih ngantri dan kesibukan sebagai guru dan artworker tetap berjalan. Makasi buat yg udah baca dan komentarnya. Kalian adalah semangatku.

8 thoughts on “Dream High 3 [Chapter 9]

  1. waduh taeyong udh tau appanya sehun….
    jangan” ntr dia bongkar identitas keluarga sehun??? gawat nih….
    eh tp aq seneng sehun dan jiyeon jadi makin deket dsini 🙂
    moga jiyeon gk marah ma sehun jika tau knyataan yg sebenarnya…
    moga dia bisa mngerti posisi sehun 🙂

    Like

  2. Gemesss sehun jiyeon makin dekat :* .
    Kesel deh pengen cekik paman oh :3 . Duhhh jiyeon baper liat anak kecil kurang kasih sayang …
    .
    .
    Penasaran next apa yang bakal terjadi sama kirin….
    Next di tunggu sangat…

    Like

  3. Senang deh sehun gk jdi keluar😀..keputusan yg bagus sehun.udha sehun jngan merasa brsalah pasti nnti selesai jua masalahnya. Sehun kmu harus tetep ma jiyi yah dan blas perasaan jiyi ok👌

    Like

Write your great opinion ^^