[Chapter] 가족끼리 왜 이래 (What Happen To My Family?) – ONE. Jungsoo’s Child

artwork-73

ParkSeungRiHae storyline present

Title: 가족끼리 왜 이래 (What Happen To My Family?)

Subtitle: ONE. Jungsoo’s Child

Rating: G- PG 15

Genre: AU, Family, Comedy, Hurt, Angst (?), Brothership, Friendship, Tragedy

A/N: DON’T BE PLAGIATOR AND SIDERS!!! SHOW SOME RESPECT!!

Note: Hallo, Euri kembali lagi dengan FF yang satu ini. Sekadar mengingatkan kalau FF ini adalah FF REMAKE sehingga jikalau banyak sekali kesamaan dengan drama yang asli mohon dimaklumi. Tapi, aku tidak benar-benar menjiplak seluruh plot, ada perubahan disana-sini yang menurutku mungkin bakal lebih pas kalo dibaca. So, jangan nuduh aku ini plagiator oke? Hargai karya para penulis, jadi, komen juseyoo

HAPPY READING GUYS!! ^^


“Yak!!!! Lee Donghae!!”

Suara melengking Jessica sudah terdengar sejak pagi hari. Suara gedebuk disana-sini terdengar begitu riuh memenuhi rumah kecil nan hangat di tepi kota tersebut.

“Lee Donghae! Berhenti!!”. Teriak Jessica penuh amarah sembari mengejar Donghae yang jahil memakai sebelah sepatu kesayangan Jessica keliling seluruh rumah. Membuat kakaknya itu lari pagi selama beberapa menit.

“Yak, neo!!”. Jessica sudah tidak tahan lagi dan melemparkan sebelah sandal rumahnya ke arah Donghae. Bukannya Donghae yang kena, Jungsoo yang sedang lewat malah yang terkena lemparan maut Jessica tepat di wajahnya. Seluruh inci wajahnya tidak luput terkena bagian sandal.

Suasana mendadak hening. Jessica menganga melihat ayahnya dengan santai melemparkan sandal itu dari wajahnya. Donghae meneguk air ludahnya sendiri. Gawat! Jungsoo pasti akan marah besar kali ini. Ini sudah insiden sama yang sudah terjadi lima kali dalam seminggu ini.

Baik Jessica maupun Donghae lekas merapatkan diri mereka masing-masing dan berdiri tegak di depan Jungsoo walaupun kepala mereka terkulai ke bawah. Tidak berani melihat tatapan ayahnya.

Abeonim.. choisonghamnida.. Aku benar-benar tidak bermaksud.” lirih Jessica pelan. Donghae hanya terdiam menunduk di samping Jessica. Gadis itu – ani, wanita itu, jika mengingat umurnya – menyikut lengan Donghae beberapa kali, menyuruhnya juga ikut minta maaf, tapi Donghae hanya diam.

“Donghae yang menyebabkan semua ini terlebih dulu!”. Jessica tiba-tiba menyalahkan Donghae seraya menunjuk adiknya yang tertunduk juga di sebelahnya. Donghae sontak mendongakkan kepalanya dan menatap Jessica tidak setuju. “Mwo?! Kenapa kau menyalahkan aku!” teriak Donghae kesal.

“Memang kau yang mulai duluan! Kenapa kau harus mengambil sepatuku juga sih? Aku kan harus berangkat kerja sekarang bodoh! Aku punya sidang penting hari ini! Dasar menyebalkan!” ucap Jessica mendelik ke arah Donghae. Donghae tidak kalah begitu saja, ia balas melotot ke arah Jessica.

“Ya! Siapa suruh kau harus jadi pengacara terkenal huh? Kau tidak lihat ini jam berapa? Ini masih jam 5 pagi! Masa kau sudah mau pergi lagi? Aku ini mau bercerita sesuatu padamu..” protes Donghae. Jessica mencibir.

Heol.. kau kira aku punya waktu sebanyak itu hanya untuk mendengarkan curhatanmu yang tidak bermutu itu? Kenapa kau tidak bercerita ke Kyuhyun saja? Dia sangat longgar waktunya..” jelas Jessica masih dengan nada meninggi.

“Hei.. apakah kalian lupa aku masih ada di depan kalian? Aku ini ayah kalian..”. Jungsoo memotong pertengkaran Jessica dan Donghae. Kedua orang itu serentak menoleh ke arah ayah mereka dan meringis malu. Lalu serentak juga menundukkan kepala mereka.

Mianhamnida, abeonim..”

“Apakah abeonim akan menghukum aku?” tanya Donghae takut-takut. Ia sudah membayangkan Jungsoo akan menyuruhnya membuat berkilo-kilo adonan mie untuk kalguksu di restoran mie mereka.

“Sudahlah.. Jessica, cepat mandi. Kau juga Donghae..” ucap Jungsoo lembut. Tak sampai hati ia memarahi kedua anaknya ini walaupun sikap mereka benar-benar sudah keterlaluan. Donghae menatap Jungsoo dengan tidak percaya. Bagaimana abeonim masih bisa sabar walaupun ini sudah kelima kalinya?, itu pikiran polos Donghae. Agaknya, dia merasa sedikit bersalah juga sekarang.

Ne, abeonim.”

Suara gemuruh langkah yang saling mengejar kembali terdengar lagi.

“Aku duluan, Lee Donghae!!”

“Tidak! Aku sudah masuk duluan!!”. Jeritan mereka berdua sungguh membuat pagi yang harusnya tentram itu rusak sempurna. Jungsoo hanya menghela napasnya pelan lalu menggelengkan kepalanya ringan. “Sampai kapan mereka akan seperti ini?” gumam Jungsoo pasrah. Tapi, setidaknya, kedua anaknya inilah yang membuat harinya lebih berwarna.

Setidaknya, ini belum seberapa dengan apa yang akan Jungsoo lewati di tahun-tahun yang mendatang. Dan Jungsoo seharusnya masih bisa menikmati ini semua.. Sebelum semuanya menjadi lebih buruk..


“Dokter Cho!”

Mendengar namanya dipanggil, Kyuhyun menghentikan langkahnya dan mengalihkan pandangannya dari kertas laporan yang ada di dalam genggamannya.

Senyumannya sedikit terulas di wajah dinginnya melihat siapa yang datang. “Ah, Seohyun-ah..”

Gadis bernama Seohyun itu tersenyum manis ke arah Kyuhyun. “Aku menyampaikan ini dari Dokter Kwon..”. Kyuhyun mengangguk-angguk sembari membolak-balik arsip pasien yang diserahkan Seohyun.

“Oh ya, gomawo.. Aku pergi dulu..”. Kyuhyun mengangkat berkasnya dan melemparkan senyumannya kembali, membuat gemuruh dalam hatinya kembali datang. Gemuruh yang selalu Kyuhyun rasakan kala melihat Seo Joo Hyun bahkan dari kejauhan.

Seohyun mengangguk. Namun, baru beberapa langkah Kyuhyun kembali berjalan, Seohyun kembali mencegat Kyuhyun dengan cara memegang lengan pemuda itu.

“Tunggu dulu.. Apakah kau akan menangani pasien kamar 218 hari ini?”

Kyuhyun menaikkan sebelah alisnya sebentar lantas mengangguk dengan gayanya yang acuh tak acuh. Seohyun melirik kesana kemari sebentar gugup. “Bisakah aku yang menjadi dokter pendampingmu saat operasi nanti? Kebetulan aku juga sedang mempelajari tentang penyakitnya.”

Kyuhyun mengendikkan bahunya tanda bukan masalah. Tak diduga, Kyuhyun lalu mengacak rambut Seohyun pelan penuh rasa sayang. “Tentu saja kau boleh belajar bersamaku. Aku akan selalu menerimamu dengan tangan terbuka, Dokter Seo..”

Kyuhyun bergegas berlalu takut-takut suara degup jantungnya bahkan dapat didengar oeh Kyuhyun. Sebuah pikiran konyol untuk seorang dokter genius semacam Kyuhyun. Tapi, tak dapat dipungkiri, Kyuhyun benar-benar bodoh dalam hal cinta semacam ini. Dan Seohyun merupakan cinta pertamanya setelah beberapa puluh tahun dia hidup di dunia ini.

“Dokter Cho! Istirahatlah yang cukup!!” teriak Seohyun sembari menjinjitkan kakinya untuk dapat melihat siluet Kyuhyun di antara gerombolan pasien yang baru datang. Kyuhyun melambaikan tangannya sebagai tanda bahwa ia mendengar apa yang dikatakan Seohyun.

Seohyun terdiam setelahnya. Pikirannya kembali mengembara memutar perkataan apa yang diucapkan Kyuhyun tadi. Pipi Seohyun merona setelah otaknya baru benar-benar mencerna perkataan Kyuhyun yang sedikit mengandung arti lain itu.

Seohyun merasakan tubuhnya benar-benar sudah lemas ketika dia cuma bertatapan dengan mata Kyuhyun yang tajam, dingin, serta penuh misteri itu.

Seohyun tidak mengingkari juga kalau Kyuhyun adalah orang yang ia sukai. Orang yang telah sukses merebut hatinya bahkan hanya dengan mengerjapkan mata dalam sesaat saja.

Sial! Kenapa harus ada pemuda sesempurna dia?, rutuk Seohyun ketika melihat pantulan dirinya di cermin yang menampakkan pipinya yang merona merah. Gadis itu mengusap pipinya berkali-kali secara cepat, sebuah usaha bodoh untuk menghilangkan rona pipinya. Karena kesal, Seohyun akhirnya menampar dirinya sendiri.

Eonni!! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menampar mukamu sendiri?” tanya seorang suster panik lalu menghampiri Seohyun tergopoh-gopoh. Seohyun terkejut. Ia mengerjapkan matanya beberapa saat, menghilangkan rasa malunya telah ketahuan.

“Ah, itu.. aku merasa mengantuk..”. Seohyun meringis aneh. Suster di depannya memiringkan kepalanya bingung. “Kau yakin? Kau tidak apa-apa?”

“Tenang saja, aku baik-baik saja Taeyeon-ah..”. Suster bernama Taeyeon tersebut mengangguk mengiyakan serta kembali berlalu ketika melihat seorang pasien membutuhkan bantuannya.

Seohyun menghela napasnya lega. Untung saja, Taeyeon tak sempat berpikir yang macam-macam.


“Lee Donghae!! Kenapa kau memakai mantelku??”. Lagi, Jessica seperti benar-benar tidak bisa berhenti berteriak ke arah Donghae yang masih saja pura-pura memasang raut polosnya.

“Ini mantelku, nuna…” kilah Donghae yang sudah siap dalam pakaian seragamnya, hendak berangkat sekolah. Jessica mendengus mendengar alasan Donghae yang tidak masuk akal.

“Itu mantelku, bodoh! Lihat ada inisial di belakang kerahnya. Nah, kau mau berasalan apalagi? Cepatlah, aku akan terlambat. Aish.. kenapa kau menyebalkan sekali sih??” omel Jessica panjang pendek sembari berusaha mencopot mantelnya dari badan Donghae. “Kau juga akan terlambat bodoh jika kau tidak segera melepaskan benda ini!”

Jungsoo menggelengkan kepalanya sendiri melihat kelakuan Jessica dan Donghae yang seperti tikus dan kucing, tidak pernah berhenti bertengkar hanya untuk satu hari pun.

“Jessica, kemari.. kau bisa memakai mantel ayah..”

Jessica menoleh, dengan tangan yang masih sibuk menarik paksa mantelnya dari tubuh Donghae. “Aniyeyo, abeonim.. Aku akan memakai punyaku saja. Yak! Lee Donghae! Kenapa kau keras kepala sekali sih?!” omel Jessica ke arah Donghae yang masih keras kepala pada pendiriannya.

“Donghae.. sudahlah..”. Jungsoo berusaha memisahkan mereka. Donghae memberengut melihat ayahnya membela Jessica. “Kenapa abeonim selalu menyalahkan aku!”

“Siapa yang menyalahkanmu?” tanya Jungsoo tidak mengerti. “Sudahlah.. sarapan dulu. Bibi kalian sudah menyiapkan sarapan yang enak.”

Jessica akhirnya berhasil mendapatkan mantelnya sendiri dari Donghae. Ia merapikan beberapa anak rambutnya yang berantakan disana-sini akibat pergulatan kecilnya dengan Donghae. “Aku akan berangkat, abeonim.. Aku sudah terlambat sekarang.”

Jungsoo membelalakkan matanya. “Setidaknya kau harus makan sesuap nasi dulu, Jess..”

Jessica menggeleng cepat seraya menggulung rambutnya menjadi sebuah cepol kecil di belakang kepalanya. “Tidak, abeonim.. Aku benar-benar harus segera berangkat..”. Kali ini, Jessica berbicara seraya berjingkrak-jingkrak memakai stocking hitam selututnya.

Jungsoo menghela napas bingung. Ia tidak mau anak-anaknya pergi beraktivitas tanpa sarapan yang memberi mereka energi cukup. Jungsoo langsung mendapatkan ide. “Tunggu disini..” ujarnya kepada Jessica yang sudah siap di depan pintu dan hanya tinggal melangkahkan kaki keluar. “Apalagi sih, abeonim??” ucap Jessica gusar. Ia melirik pergelangan tangannya. Gawat.. ini benar-benar sudah terlambat.

“Ini bawa ini..”. Jungsoo membawakan sebotol minuman herbal yang berfungsi untuk mengenyangkan perut. Semacam susu kedelai. Jessica mengeryit. “Abeonim tahu aku tidak suka minuman itu..”

“Bawa dan minumlah. Aku tidak mau kau pingsan di tempat kerja nanti ya?”. Jungsoo menyodorkan botol itu ke dalam genggaman Jessica. Jessica mentah-mentah menolaknya.

“Aku pergi abeonim.”. Jessica buru-buru keluar rumah sebelum Jungsoo kembali memaksanya meminum minuman herbal dengan rasa mengerikan tersebut.

Pandangan Jungsoo beralih ke tempat dimana tadi Donghae berdiri. Pemuda itu sudah tidak ada disana. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling mencari anak bungsunya itu.

“Donghae?”

“Minah, apakah kau melihat Donghae?” tanya Jungsoo masuk ke dapur. Minah menggeleng. Tangannya masih sibuk mengaduk sup rumput laut di dalam panci. Jungsoo mendekati adiknya itu. Harum aroma sup rumput laut kesukaannya sungguh membuat perut Jungsoo keroncongan.

“Kenapa kau hanya masak sup rumput laut? Hari ini pertama kalinya ketiga anakku kembali melakukan rutinitas mereka. Setidaknya masaklah makanan yang istimewa, Minah-ya..”

Jungsoo segera mendapat tatapan tajam Minah yang membunuh. “Kakak.. harusnya kakak tahu semua anakmu tidak ada yang mau sarapan di rumah sejak bertahun-tahun yang lalu.” omel Minah kesal melihat Jungsoo – kakaknya – masih saja bersikeras membuat ketiga anaknya sarapan.

“Aku pulang..”

Suara berat Kyuhyun memotong cekcok diantara Minah dan Jungsoo. Jungsoo bergegas menyambut Kyuhyun dengan tergopoh-gopoh. Senyuman hangat pria paruh baya itu mengembang begitu melihat anak kesayangannya datang. Sayangnya, Kyuhyun tidak menampakkan raut yang sama.

“Kyuhyun, apakah kau sudah sara-..”

Aboenim, kumohon jangan ganggu aku sampai jam 12 siang nanti. Aku akan bangun nanti siang dan kembali pergi ke rumah sakit untuk operasi.” potongnya dengan nada dingin. Kyuhyun berlalu begitu saja dari hadapan Jungsoo dan naik ke lantai dua dimana seluruh kamar tidur berada.

Jungsoo kehabisan kata-katanya melihat Kyuhyun dengan enaknya memotong maksud baiknya sebagai ayah yang mengkhawatirkan anaknya. Minah tertawa sinis dari dapur mendengar semua perbincangan yang sudah ia dengar sehari-harinya.

“Sudah kubilang, Kak.. Tidak ada yang mau makan sarapan pagi-pagi.” ucap Minah seraya mebubuhkan garam beberapa banyak lagi karena sup rumput lautnya menurut Minah masih hambar. Jungsoo menghela napasnya kecil. Raut kecewa kentara sekali dalam wajahnya.

“Donghae-ya!!”. Jungsoo akhirnya menggunakan suaranya juga untuk memanggil Donghae, si anak bungsunya.

“Dia sudah pergi beberapa menit yang lalu. Menyelinap lewat pintu belakang.”

Jungsoo memasang raut terkejut. Lagi-lagi, Minah hanya bisa tertawa miris. “Dia menghindari ajakan sarapanmu, Kak..”

Jungsoo terduduk lemas di meja makan yang terdapat di dalam dapur dan menatap hidangan sarapan yang sudah Minah buat. Minah bergegas bergabung dengan kakaknya di meja makan.

“Sampai kapan kau akan tetap seperti ini, Kak? Kau seolah diperbudak oleh mereka..” nasihat Minah. Jungsoo hanya diam.

“Harusnya kau menentukan sikap sebagai ayah. Sikapmu terlalu lembek. Jika saja kakak ipar masih hidup, dia takkan membiarkanmu ditindas oleh anaknya sendiri seperti ini..”

“Sudahlah.. makan saja, Minah-ya..” sela Jungsoo tidak bersemangat. Pikirannya melayang-layang memikirkan ketiga anaknya yang memang sepertinya sudah bertindak di luar batasan yang seharusnya.

“Dasar tengik!” umpat Minah tiba-tiba.

Mwo? Kau mengataiku tengik?!”. Jungsoo benar-benar kaget mendengar Minah pagi-pagi sudah mengumpat seperti itu.

Minah gelagapan. “Bukan kau maksudku, Kak.. Maksudku ketiga anakmu itu.. Mereka bahkan tidak ingat ini adalah hari ulang tahunmu..”

“Ah, ulang tahun kan memang selalu datang setiap tahun. Apa yang spesial?” kilah Jungsoo berusaha membela ketiga anaknya. Minah mendengus sebal.

“Karena hanya datang setiap tahun sekali itulah, kau harus membuatnya spesial, Kaakk.. Oh ya, selamat ulang tahun ya Kakakku tersayang..” ujar Minah gemas melihat kelakuan kakaknya yang selalu saja menerima keadaan menyedihkan ini. Jungsoo bahkan tidak berniat menghukum anaknya sekalipun selama dia hidup.

“Kenapa sup ini asin sekali, Minah-ya?”. Dahi Jungsoo mengkerut ketika lidahnya merasakan sup rumput laut yang dibuat Minah. Cepat-cepat, wanita paruh baya itu menyesap sedikit sup dalam mangkuk kecilnya juga. “Ani.. ini pas sekali, Kak..” bantah Minah. Jungsoo mengalah.

“Sudahlah… kembali makan dan jangan bahas apapun lagi. Anak-anakku selalu menyayangiku dengan cara yang berbeda.”. Minah mencibir mendengarnya.

“Cara yang berbeda? Apakah mereka memang masih benar-benar menyayangimu sebagai ayah mereka? Aku sangsi sekali, Kak.”. Minah mengatakannya seolah memang tidak ada hari esok yang cerah untuk hubungan ayah-anak itu.

Jungsoo membisu. Hatinya tertonjok mendengar Minah bicara seperti itu dengan mudahnya. Harusnya ia tidak kaget karena Minah orangnya memang ceplas-ceplos. Tapi, khusus untuk perkataan Minah yang ini, Jungsoo merasa kali ini adiknya rasanya benar. Apakah fakta menyakitkan itu memang sedang benar-benar terjadi?


*@Choi’s Law Office

“Selamat pagi, Direktur Choi..”

Jessica membungkukkan badannya hormat seperti biasa ketika Choi Jin Ho memasuki pintu utama kantor firma hukum – tempat dimana Jessica bekerja sebagai salah satu pengacara.

“Pagi juga Nona Lee.. Kau akan menghadapi sidang kali ini bukan? Kasus pembunuhan oleh Cha Tae Wook itu..”. Jessica mengangguk membenarkan perkataan Jin Ho. “Ne, Direktur, aku akan pergi ke pengadilan kota hari ini. Aku akan membacakan bukti yang memberatkan Tae Wook atas permintaan keluarga korban.”

“Apakah ada beberapa kasus lain?” tanya Jin Ho lalu masuk ke dalam ruangannya. Masih dengan Jessica yang mengekor di belakangnya. Maklum, Jessica adalah tangan kanan Choi Jin Ho dalam urusan kantor.

Jessica membolak-balik berkas yang ada di tangannya sebentar. “Emm.. ada satu kasus kecil, kecelakaan lalu lintas seperti biasa. Tersangkanya Choi Siwon. Umur 36 tahun. Keluarga korban sebenarnya tidak ingin kasus ini diajukan ke meja hijau, tapi anak tertuanya memaksa. Sepertinya ada dendam tersendiri. Aku tidak tahu siapa yang benar.”

Jin Ho hampir saja menyemburkan teh hijau yang sedang diminumnya jika saja ia tidak mengontrol diri sendiri. “Choi Siwon?” tanyanya terbata. Jessica mengangguk sekilas, raut bingung terlihat kentara di wajah. “Ada apa dengan Choi Siwon, Direktur?”

“Ah.. Tidak, hanya saja marganya sama denganku.”

Jessica tersenyum. “Bukankah sudah biasa hal-hal seperti itu terjadi?”

Jin Ho mengangguk mengiyakan. “Sudahlah, Nona Lee.. Kau bisa pergi ke pengadilan kota sekarang. Sudah hampir waktunya.”

“Ah ne.. aku pergi dulu, Direktur Choi. Ada lagi yang bisa aku bantu?”

“Tidak. Terima kasih..”

Jessica sudah ada di depan pintu dan langkahnya terhenti mendadak. Ia ingat satu hal. Wanita itu membalikkan badannya kembali membuat Jin Ho heran.

“Selamat ulang tahun, Direktur.. Semoga kau panjang umur dan sehat selalu..”. Jessica menundukkan kepalanya sejenak. Jin Ho terkejut mendengar perkataan Jessica.

“Wah, Nona Lee.. Walaupun sudah kebiasaanmu mengucapkan selamat ulang tahun setiap tahunnya, aku selalu tersentuh. Bahkan anakku saja tidak ingat dengan ulang tahunku..”

Jessica tersenyum lagi. Kali ini agak malu. “Ah ya, kau bilang ada anggota keluargamu yang juga berulang tahun pada hari yang sama denganku.”

Teng!

Bagaikan ada bel yang menyadarkannya, Jessica tersentak. Astaga.. Bagaimana bisa aku melupakannya?

“Oh.. itu ayahku, Direktur..”

“Wah.. wah..seharusnya kita bisa minum soju bersama hari ini. Kapan-kapan undang ayahmu ke rumahku dan kita buat pesta ulang tahun bersama..”. Jessica tersenyum kikuk. Bagaimana bisa dia lebih mengingat ulang tahun orang lain dibandingkan ulang tahun ayahnya sendiri?

“Aku pergi dulu, Direktur..”

“Baiklah. Hati-hati.. Terima kasih banyak sudah merawatku, Nona Lee..”

Jessica buru-buru mengeluarkan ponselnya ketika ia sudah berada di luar ruangan Direktur Choi.

“Ayo, Donghae.. Angkat.. Astaga.. bagaimana bisa aku melupakannya? Mana tadi sandalku melayang tepat di wajah abeonim.. Ya ampun, bagaimana bisa dia takkan marah sekarang? Benar-benar keterlaluan..”. Jessica mulai panik menyalahkan dirinya sendiri.

“Ya ampun! Bagaimana bisa dia tidak mengangkat teleponku?”

Teng!

Lagi-lagi, Jessica baru tersadar. “Astaga.. ini kan jam sekolah.” ucap Jessica lesu.

“Ayo Kyuhyun kau harus mengangkatnya sekarang..”

Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau di luar jangkauan.

“Lelucon apa lagi ini? Kenapa dia mematikan ponselnya? Oh ya ampun.. Kapan keluarga ini bisa benar dalam melakukan hal-hal kecil seperti ini..”

Mata Jessica menatap layar ponselnya dengan saksama. Mencari siapa lagi yang bisa dihubungi untuk diajaknya berkongsi mengucapkan selamat ulang tahun pada ayahnya.

“Bibi Minah?” gumam Jessica sendiri melihat nomor Minah tertera dalam daftar panggilannya. “Apakah dia belum mengucapkannya juga?” tanya Jessica ragu pada dirinya sendiri. Bisa-bisa, jika Minah sudah mengucapkan selamat ulang tahun, Jessica malah kena semprot bibinya itu.

“Sudahlah.. Tak ada pilihan lain.”

Dengan gugup, Jessica menunggu panggilannya tersambung.

Yeoboseyo, Bi-..”

“Yak! Jessica Lee!! Bagaimana bisa kau melupakan hari ulang tahun ayahmu, hah?! Kau masih berani mengaku kalau kau ini anggota keluarga Lee?” potong Minah bahkan sebelum Jessica sempat menyelesaikan sapaannya.

Gotcha, Jessica.. Kau kena jackpot.., rutuk Jessica dalam hatinya. Kenapa hari ini begitu sial..

“Eii.. Bibi.. Mana mungkin aku melupakan ulang tahun Ayah.. Aku hanya belum mengucapkannya, aku tidak sempat tadi.”

“Bagaimana bisa bilang tidak sempat! Mengucapkan kata ‘selamat ulang tahun, Ayah’ bahkan tidak ada 5 detik! Bagaimana bisa kau bilang tidak sempat? Dasar anak durhaka! Kapan kau akan perhatian kepada ayahmu, hah? Pekerjaan saja yang kau tahu..”.

Suara cempreng Minah ditambah suaranya yang berteriak-riak disertai amarah sungguh hampir membuat telinga Jessica tuli.

“Bibi! Jangan menuduhku sembarang seperti itu..” protes Jessica kesal.

“Apakah kau baru perhatian kepada Ayahmu setelah nanti dia mati? Atau malah kau tidak akan mempedulikannya sama sekali bahkan ketika dia sudah mati nanti?”

“Bibi!”

“Sudahlah! Habis suaraku meneriakimu..”

Tut.. tut..

Minah menekan tombol merah di ponselnya dengan kasar. Ia menghela napasnya keras-keras. “Ya ampun.. bagaimana bisa ada anak seperti itu?! Kasihan sekali Kakakku..”


“Minggir.”

Kening gadis yang sedang mengepel koridor di depan kelasnya itu mengerut tidak setuju. Dengan santai, ia masih meneruskan pekerjaannya. Ia tahu siapa yang menyuruhnya, makanya ia malah tidak minggir.

“Minggir aku bilang, bodoh!”

Memangnya dia siapa.., gerutu gadis itu dengan rasa benci yang mulai membuncah.

“Im Yoona! Minggir aku bilang! Dasar tuli!”

Byurr..

“Lee Donghae!!” pekik gadis bernama Yoona itu begitu roknya langsung basah semua terciprat air dari dalam ember untuk mengepel lantai. Airnya tumpah membanjiri seluruh koridor di depan kelas 12-1. Sebagian rambut panjang gadis itu juga ikut menjadi korban.

“Yak! Tanggung jawab, berandalan!” jerit Yoona kesal. Jika begini situasinya, ia harus bekerja keras mengepel lantainya dua kali lipat.

“Lee Donghae!” bentak Yoona melihat Donghae masih saja melenggang seolah tidak bersalah. Dengan geram, Yoona mencengkram lengan baju pemuda itu, membuat langkahnya terhenti.

“Apa?” tanya Donghae dengan nada mengancam. Tatapannya benar-benar tidak bersahabat. Yoona tidak peduli. Ia tidak akan takut hanya kepada pemuda tengil semacam Donghae.

“Bersihkan semuanya!”

“Bukankah kau yang sedang bertugas membersihkannya, Im Yoona?” tanyanya dingin dengan maksud mengejek. Yoona menggertakkan giginya kesal. Beraninya dia bermain-main denganku..

“Tapi, kau membuat pekerjaanku harus kembali diulang, bodoh! Dasar sialan!” umpat gadis itu dengan emosi berapi-api.

“Apa? Beraninya kau mengataiku! Apakah kau tidak tahu siapa aku?”. Kilatan di mata Donghae semakin tidak bersahabat. Ketegangan mulai memuncak. Segera saja, perkelahian Im Yoona dengan Lee Donghae menjadi tontonan para murid. Banyak yang berjubel mengintip dari pintu masing-masing kelasnya. Ada juga yang menonton dari ujung-ujung lorong. Bahkan ada juga yang harus naik ke meja mereka untuk mengintip dari jendela kelas yang posisinya memang agak tinggi.

Yoona dan Donghae sudah sering bertengkar karena hal-hal kecil. Dan tontonan ini benar-benar tidak membosankan karena sikap Yoona yang tidak dapat ditebak dan selalu membuat kejutan kecil. Hanya Im Yoona, satu-satunya gadis di Raewon High School yang berani menantang ataupun melawan Donghae.

“Kau. Lee Donghae. Pemuda sok yang tak tahu adat, hanya berusaha terlihat garang meskipun sebenarnya hatimu sangat pengecut!”

Suasana langsung hening. Tak ada satupun siswa yang berani mengeluarkan suara, bahkan helaan napas sekalipun. Mereka menahan napasnya melihat kini aura Donghae benar-benar seolah menjadi hitam. Akan panjang urusannya jika kalian membuat Lee Donghae marah besar.

“Kau mau mati?” desis Donghae marah. Yoona malah balik menantangnya. “Lakukan saja! Aku berani melawanmu..”

Yoona memasang kuda-kuda beladirinya. Donghae dan Yoona, keduanya sudah tampak siap bertarung. “Kau wanita gila!” teriak Donghae lantas melayangkan pukulannya ke arah rahang kanan gadis itu.

Bugh..

Kena. Telak.

Yoona tersungkur ke lantai. Ia mengusap sudut bibirnya yang terasa mengeluarkan cairan hangat. Berdarah. Yoona mendecakkan lidahnya kesal. “Geurae! Jika kau memang laki-laki yang ingin bertarung dengan seorang gadis, aku akan meladeninya. Tanpa ampun.”

“Kita lihat saja, Im Yoona..” balas Donghae dingin. Smirk evilnya keluar. Seluruh siswa perempuan yang menontonnya terpesona. Ya, smirk yang dipunyai Donghae adalah salah satu daya tarik terbesar yang dipunya pemuda itu.

Tapi, mereka hanya tidak tahu, hati Donghae agak ciut juga melihata ada seorang gadis yang berani menantangnya. Masa bodoh! Jika dia ingin bertarung aku akan meladeninya.., Donghae memicingkan matanya, merendahkan Yoona.

Yoona juga tersenyum mengancam. Baiklah, jika dia memang mau bermain-main denganku.

Buk.

Yoona langsung menyerang Donghae sebelum pemuda itu benar-benar siap. High kick yang dilayangkan Yoona sukses mengenai pipi kiri Donghae dan memberinya sedikit efek tamparan. Bedanya ini menggunakan kaki.

Donghae melotot melihat Yoona di seberangnya yang tersenyum mengejek. Seolah mengatakan ‘apa-hanya-itu-kemampuanmu?..’

Donghae langsung menerjang Yoona, tidak memberikan jeda bagi gadis itu. Tangannya langsung meraih kerah baju Yoona – setengah mencekiknya – dan menyudutkan Yoona hingga badan gadis itu membentur dinding yang dingin. Gadis itu meronta berusaha melepaskan dirinya dari cengkraman Donghae. Namun, semakin dia memberontak, cekikan Donghae semakin terasa akibatnya.

Yoona megap-megap merasakan pasokan oksigennya mulai menipis. Tapi, ia tetap keras kepala tidak mau memohon kepada Donghae agar pemuda itu melepaskannya. Sebersit ide segera muncul di benaknya.

Apakah tidak apa-apa jika aku menggunakannya sekarang?

Yoona memejamkan matanya berusaha mengerahkan sisa tenaga yang masih ia punya setelah meronta beberapa lama.

Bugh..

Kali ini, Yoona menggunakan kembali tendangannya. Bersarang tepat di selangkangan Donghae sehingga membuat cengkraman Donghae langsung melemah. “Wanita gila!” teriak Donghae yang sudah terhuyung-huyung kesakitan. Tentu saja sakit.

Tanpa mengambil waktu lagi, Yoona langsung meringkus kedua tangan Donghae dan mencekalnya di belakang badan pemuda itu. Membuat Donghae tidak bisa berkelit lagi. Belum puas, Yoona mendorong Donghae sekuat tenaga hingga tubuh pemuda itu jatuh berdebam keras  di atas lantai yang becek.

Donghae mengaduh keras ditambah Yoona yang kini posisinya duduk di atas tubuhnya. Benar-benar membuat Donghae tidak bisa melakukan apapun lagi.

Sorak-sorai langsung membahana kala Yoona berhasil menaklukan Donghae dengan cara yang sama sekali tidak disangka. Para pemuda bersiul kagum sekaligus menjadi segan melihat Donghae – panutan mereka selama ini – dikalahkan dengan mudah oleh seorang gadis bertubuh kurus tinggi semacam Yoona.

“1,2,3 Lee Donghae, KO!” teriak seluruh siswa bersama-sama. Tawa puas disana-sini terdengar riuh.

“Im Yoona! Im Yoona!!”. Seluruh siswa terutama para laki-lak mengelu-elukan namanya. Yoona nyengir kuda mendengar reaksi spontan para siswa untuknya. Ia mengelap pelipisnya menggunakan sebelah tangannya.

Yoona mengulurkan tangannya ke arah Donghae. Bermaksud membantu pemuda itu berdiri. Sekaligus bentuk perdamaian dan minta maaf.

Donghae yang harga dirinya terluka, tentu saja tidak menyambut uluran tangan itu. Ia menepis tangan Yoona keras-keras. Yoona tersinggung.

“Oh, ayolah, Lee Donghae.. Jangan kekanakan. Aku hanya berbuat seperti ini untuk memberikanmu pelajaran.”

“Apakah kau tidak berpikir bahwa tindakanmu sangat tidak pantas?” kecam Donghae tajam. Cukup membuat Yoona tersentak juga.

Benar, tindakanku memang kelewatan.

“Maafkan aku..” bisik Yoona pelan. Sayangnya, Donghae tidak mendengarnya. Pemuda itu bangkit dan berjalan menyeruak kerumunan yang mengelilingi area bertarung mereka. Yoona menahan tangan Donghae.

“Apalagi?!” bentaknya tidak sabar. Kini, tatapan Donghae bahkan lebih tidak bersahabat. Yoona mengaduh sendiri. Bukan ini maksudnya. Walaupun mereka terlihat seperti musuh bebuyutan. Yoona tidak bermaksud menjadikan Donghae sebagai musuh sebenarnya.

“Im Yoona, Lee Donghae!!!”

Seluruh suasana membeku. Mata para siswa membelalak seluruhnya. Lidah mereka mendadak kelu. Rasa takut terpancar dari setiap manik mata mereka.

Cengkraman Yoona otomatis mengerat takut. Donghae bisa merasakan tangan gadis itu bergetar hebat.

Tap.. tap.. tap..

Yoona memejamkan matanya. Donghae meneguk ludahnya sendiri takut.

Tap.

Kini wanita berhak tinggi itu sudah sempurna berdiri siap di belakang Yoona dan Donghae yang membeku seutuhnya.

“Apa yang terjadi disini?” tanyanya dingin.

Yoona yang pertama mengambil inisiatif membalikkan badannya dan segera membungkukkan badannya berkali-kali. “Choisonghamnida, seonsaengnim..”

Guru wanita paruh baya itu acuh melihat tindak tanduk Yoona. Pandangannya yang tajam menusuk berpindah ke arah Donghae yang masih membelakanginya. Donghae lebih menarik perhatiannya.

“Lee Donghae!”

Donghae mengepalkan tangannya sendiri. Aish! Jika saja gadis ini tidak membuat ribut denganku! Aku tidak akan berhubungan dengan BK untuk yang ketiga kalinya bulan ini…

“Dia yang mulai duluan, ssaem..” ujar Donghae segera setelah dia membalikkan badannya. Tatapan matanya benar-benar menggambarkan jika dia keras kepala.

Yoona sontak mendelik ke arah Donghae yang ada di sebelahnya. Gadis itu tidak terima disalahkan begitu saja.

“Yak! Kau yang mencari gara-gara terlebih dulu dan aku yang disalahkan? Ya Tuhan..” omel Yoona panjang pendek.

“Bodoh! Siapa suruh kau tidak mau minggir hah, tiang listrik?”

“Kan masih ada jalan yang lain, dasar arogan! Pendek!”

Darah Donghae langsung mendidih mendengar Yoona mengatainya. “Hei, gadis gila! Berani-beraninya kau mengataiku!”. Tangan Donghae sudah siap melayang menampar Yoona.

“STOP! Dasar bandel! Sudah tahu ada guru di depan kalian, kalian masih saja bertengkar dan mengumpat di depanku. Tidak sopan!” marah Kwon seosaengnim dengan kilatan matanya yang penuh amarah. Gawat, urusannya pasti akan panjang, pikiran Donghae dan Yoona menjadi satu suara melihat guru di depannya berubah menjadi evil mengerikan.

“Ikut ke ruanganku, se-ka-rang.” ucapnya menekankan setiap kata. Yoona menghela napas pasrah. Donghae menggerutu tidak jelas. Jika saja Yoona tidak kelewatan seperti ini, dia juga tidak akan terpancing emosi.


*@Pengadilan kota

“Kepada pengacara keluarga korban, silahkan membacakan tuduhan dan tuntutan Anda.”

Jessica berdiri setelah berdehem pelan serta merapikan jasnya yang membungkus ketat liuk tubuhnya. Ia melemparkan senyum ke arah Jaksa Pimpinan, dengan harapan semoga saja jaksa itu sedikit luluh padanya.

“Kepada terdakwa Choi Siwon, Anda dituduh telah membunuh salah satu anggota keluarga korban dengan sengaja sehingga kasus Anda bisa digolongkan sebagai pembunuhan berencana tingkat 2 yang akan dikenai hukuman penjara selama 3 tahun disertai denda sebanyak 300 ribu won.”

Suara tarikan napas kaget segera terdengar dimana-mana. Raut Siwon mengkerut. Apa ini? Kenapa sampai ada kurungan 3 tahun?

“Jaksa..”. Siwon mengangkat tangannya hendak membela diri.

“Tunggu dulu, Tuan Choi! Aku belum selesai membacakan tuntutanmu..” potong  Jessica cepat dan garang. Siwon meniup poninya kesal. Ya ampun.. bagaimana bisa tuntutan yang diajukan seberat ini? Aku hanya mengantuk saat menyetir kemarin..

“Anda dikategorikan lalai dalam menjalankan kewajiban Anda karena membubuhkan racun di dalam makanan klien ku.”

Racun?, Siwon semakin heran. Hei! Ini kasus kecelakaan lalu lintas lalu kenapa aku dituduh membunuh dengan racun?

“Emm.. Nona Lee..”

“A.. a.. Tunggu dulu, Siwon-ssi, aku tidak suka dipotong!” sergah Jessica lagi.

Ya ampun! Dasar wanita teledor!

“Karena itu, saya sebagai perwakilan keluarga korban memohon kepada Jaksa Pimpinan juga Jaksa Panitera agar mengabulkan tuntutan yang kami ajukan. Terima kasih..”

Jessica menundukkan kepalanya sejenak dan kembali duduk. Dia melempar tatapan sengit sekaligus benci ke arah Siwon. Pemuda itu mengaduh sendiri.

Bagaimana bisa ada pengacara seteledor dia?, sungguh Siwon heran setengah mati. Bukannya Jessica Lee adalah seorang pengacara terkenal?

Siwon diam saja. Ia melirik ke arah pengacara di sebelahnya yang juga sedang bingung.

“Baiklah, setelah dirundingkan, hasil yang diperoleh adalah tuntutan dari keluarga korban akan kami kabulkan karena sesuai dengan pasal yang berlaku.” ucap Jaksa Pimpinan lalu mengetuk palu tiga kali, tanda sidang ditutup dengan hasil mutlak.

Assa!” seru Jessica penuh kemenangan. Ia melemparkan senyuman sinis ke arah Siwon. Pemuda itu hanya mengendikkan bahunya acuh. Biarlah nanti dia yang kena batunya sendiri.

Siwon membisikkan sesuatu ke pengacaranya. Menyuruh dia membereskan segala kesalah pahaman ini.

“Ne, Tuan Muda..”

#skip

Jessica membereskan barang-barangnya, pamit kepada keluarga korban dan juga para jaksa lalu bergegas keluar dari Pengadilan Kota.

Ya ampun.. aku harus segera membeli kado untuk abeonim.., Jessica menuruni tangga berundak yang merupakan jalan masuk menuju pengadilan kota tergopoh-gopoh seraya memasukkan barang-barang yang ada di tangannya ke dalam tas tentengnya.

Jarinya terus bergerak di atas layar ponselnya berusaha menghubungi semua adik-adiknya.

“Astaga! Kemana saja dua berandalan kecil itu? Bikin pusing sajaa..” omel Jessica kesal. “Hah! Aku bisa gila!”

“Nyonya Lee!! Nyonya Lee!”

Mata Jessica seakan copot dari tempatnya mendengar seseorang memanggilnya seenak jidat seperti itu. Aku belum menikah! Ya ampun ada apa hari ini?, Jessica mengurut pelipisnya berusaha meredakan amarahnya.

Seorang jaksa muda yang tadi ia temui di dalam ruang sidah sekarang sudah ada di depannya terbungkuk terengah-engah. Jessica mengetukkan heelsnya dengan tidak sabar.

“Ada apa?” tanya Jessica tajam. Rasanya ia kesal sekali sudah dianggap sebagai Nyonya seperti ini. Apakah jika orang sudah tua harus dipanggil Nyonya?

“Nyonya Lee, begini..”

“Nona. Nona Lee.” potong Jessica cepat. Pemuda di hadapannya membelalakkan mata.

“Nona?” gumamnya sendiri terkejut. Jessica mendengus kesal.

“Apa maumu?” bentak Jessica mulai tidak sabar.

“Ah, mianhamnida.. Jeno imnida.. Aku jaksa baru, jadi maafkan aku jika belum mengenalmu..”

Jessica mengangguk tidak sabar. Raut wajahnya bertambah tidak mengenakkan. Jeno meringis sendiri melihat Jessica yang cantik mendadak berubah menjadi singa yang garang menyeramkan. Mungkin karena ia tadi memanggilnya Nyonya.

“Jaksa Pimpinan memanggilmu sekarang. Dia ingin kau menemuinya sebentar.”

“Aku sibuk, Jeno-ssi, bisakah kau bilang pada Jaksa Pimpinan, aku sedang ada urusan lain.” ucap Jessica gusar.

“Tapi, ini penting!! Kau salah membacakan tuduhan dan tuntutanmu tadi!”

Jessica terbatuk-batuk. “Kau bercanda kan? Bukankah hukumannya sudah dijatuhkan?”. Ia mencengkram lengan jas Jeno erat-erat secara refleks. Jessica kini merasakan jemarinya bergetar hebat. Oh Tuhan, aku melakukan kesalahan fatal..

Haloo!!! Bagaimana dengan part 1nya? semoga tidak mengecewakan yaaa.. Dimohon supportnya untuk FF remake keduaku ini setelah FF ‘I Got You My Love’. So, komen juseyo dan stay tuned tunggu kelanjutan FF ini. Sekian..

Gamsahamnidaaaaa, /bow/ With love, Euri

 

3 thoughts on “[Chapter] 가족끼리 왜 이래 (What Happen To My Family?) – ONE. Jungsoo’s Child

  1. Annyeong readers baru nih thorr,, exited liat posternyaa soalnya liat kyupa sm yuleon,, btw aku kyuriship heheeh

    Tp pas baca certanya sm seohyuneonni yaa thorr?? Hehe
    Tp keren ko ceritanya😊😊

    Liked by 1 person

    • annyeong!! maaf banget aku late response soalnya sibuk dengan dunia nyataku yang masih anak sekolahan hehe.. makasih banyakk udah mau baca dan komen ceritaku, semoga kamu tetap mau nunggu dan baca kelanjutannya.. kamu kyuri shipper? oh bisa aja hehe kita liat aja ya nantii..

      Best regards, Euri

      Like

Write your great opinion ^^