Enemy? [Part 1]

Enemy1

|| Title: Enemy? || Author: Phiyun || Genre: Family | Romance | Comedy || Rating: 15+ || Cast: Choi Siwon | Im Yoona | Song Joongki a.k.a Im Joongki ||

Note: Nama Cast sewaktu-waktu akan bertambah maupun berkurang.

Please Don’t Be Silent Reader!

 

*** Happy  Reading ***

Telihat kehiruk-pikukan di sebuah ruangan. Telepon berdering terus-menerus. Orang-orang berteriak, bergumam bahkan memaki. Ada yang duduk ada pula yang berlari kesana-kemari. Terdengar suara bunyi mesin tik dengan irama yang berbeda-beda. Suasana kalang kabur seperti itu berlangsung tanpa disadari hampir semua staf menghirup dan mengeluarkan napas secara bersama-sama. Ini adalah gambaran ruang utama kantor New emerland, saat menjelang deadline.

 

Ada saat-saat ketika semua orang terlalu asik dan sibuk dengan pekerjaan mereka, sampai-sampai mereka tidak menyadari banyak permasalahan lain muncul di sekitar mereka. Namun semua itu bukan berarti kerja sama tim terabaikan. Mereka semua satu sama lain, terikat oleh cinta atau bahkan obsesi terhadap pekerjaan yang sedang mereka geluti. Dalam lingkungan jurnalistik yang eksklusif. Mereka tetap berkonsentrsi penuh dan menjaga tulisannya masing-masing, sumbernya masing-masing dan gayanya sendiri-sendiri.

Seorang wartawan yang sukses mampu bertahan melewati tekanan dan kekacauan, dan ia juga tahu cara mencari penyelesaiannya. Choi Siwon telah mengasah dirinya dalam bidang surat kabar. Dia telah bekerja dalam setiap sudut, dari tukang membuat kopi, mengerjakan fotokopi, sampai akhirnya dia dapat mencari berita-berita eksklusif untuk penulisannya.

Kemampuannya mencium berita dan menyelidiki suatu issue hingga tuntas bukanlah suatu yang dipelajarinya selama mengikuti kursus jurnalistik. Pemuda itu memiliki bakat alam. Masa-masa Choi Siwon mengikuti kelas-kelas jurnalistik selama satu bulan dengan teori maupun praktek telah mengasah bakat kewartawanan yang sudah dia miliki.

Di usianya yang telah menginjak tiga puluh lima tahun, secara sepintas Siwon terkesan sinis. Dia menyukai orang-orang tanpa berilusi tentang mereka. Siwon mengerti dan menerima kenyataan bahwa pada dasarnya manusia itu makhluk yang tidak masuk akal. Di mana lagi dia bisa bekerja dalam ruangan yang penuh orang gila dengan profesi yang terus-menerus menyingkapkan serta memanfaatkan umat manusia?

Setelah menyelesaikan sebuah berita, Siwon berteriak memanggil tukang fotokopi, menyadarkan tubuhnya di kursi dan membiarkan pikirannya beristirahat setelah lima jam bergulat dengan pekerjaaannya. Setahun yang lalu, dia meninggalkan Canada untuk menerima pekerjaan di Seoul. Dia menginginkan, atau mungkin membutuhkan perubahan. Pikiran, Siwon semakin gelisah akan sesuatu…

Dan New Emerland, merupakan kota yang sama kerasnya dan penuh tuntutan seperti Canada. walaupun mempunyai sisi-sisi yang lebih indah. Siwon bekerja mengikuti irama kerja polisi dan dia menyukainya. Sebuah dunia yang kejam, pembunuhan serta keputus-asaan merupakan bagian dunia itu yang tidak bisa diabaikan.

Kasus pembunuhan yang baru saja diliputnya sangat kejam dan tidak berprikemanusiaan. Sebuah kehidupan yang sangat ironis. Siwon berusaha menghapus bayangan kematian seorang gadis berumur lima belas tahun dari pemikirannya yang meninggal secara tragis.

Siwon bukan tipe wartawan yang berhati dingin maupun keras kepala. Hatinya juga kadang kala merasa tersentuh saat harus menyelesaikan tulisannya tentang kasus yang sedang ia tangani tersebut.

Tubuh pemuda itu sangatlah proposional tapi ia lebih nyaman memakai jins dari pada setelan jas. Tubuhnya juga jangkung. Warna rambutnya yang hitam pekat membuat sosoknya menjadi terlihat lebih misterius. Semua itu memperkuat kesannya sebagai pria yang santai, tidak mau repot-repot, yang lebih memilih duduk-duduk dari pada bekerja keras.

Jika dia mau, ia bisa menampilkan sikap menawan, bahkan elegan. Tapi sepasang matanya kokoa yang saat tadi menyejukan bisa berubah menjadi menyala-nyala bagaikan api yang membara, atau lebih bahaya lagi jadi sedingin es. Di balik penampilannya yang santai sebetulnya sikap Siwon begitu keras, tekatnya bulat dan mempunyai watak yang dingin. Jadi jangan heran bila dia selalu memperlihatkan wajah sinis bila bertemu. Bukan berarti dia angkuh terhadap orang lain.

~OoO~

-Pov Siwon –

Sebelah sudut bibirku terangkat sehingga membentuk seulas senyuman saat mataku menoleh ke arah perempuan yang duduk di seberang mejaku. Im Yoona dengan wajahnya yang anggun. Perempuan itu memiliki aura kelembutan yang terpancar dari bentuk tubuhnya yang sempurna. Kulitnya yang putih bagaikan salju, pipinya seperti warna bunga sakura yang mekar, bahkan bibirnya yang ranum membuat dirinya bak seorang putri dari dunia dongeng. Rambutnya cokelatnya yang terurai sampai bahu, membuat setiap laki-laki ingin membenamkan jari-jemarinya dan wajahnya di sana.

Sepasang matanya yang berwarna hitam gelap membuatku tersihir akan keexotisannya. Wajahnya khas seperti wanita cantik dari abad ke sembilan belas yeng penuh dengan keanggunan dan kebangsawanan. Saat ia berbicara, suaranya sangat feminim. Suara Yoona tidak pernah datar, tidak pernah terdengar sengau. Suara wanita itu, seperti wajahnya. Sama-sama mampu memperdaya, senyum lebarku ketika menatapnya.

Im Yoona adalah seorang wartawan cerdas yang penuh ambis dengan watak yang sedikit keras kepala. Salah satu momen yang paling kusukai adalah menyulut kemarahan gadis ini.

[End]

~OoO~

Alis mata Yoona berkerut saat ia menyelesaikan barisan terakhir tulisannya. Yoona meraih kertas dari dalam mesin tiknya dengan perasaan puas, lalu memanggil tukang fotokopi. Selanjutnya tatapannya tertuju pada pria yang duduk di seberang mejanya. Secara  otomatis, duduknya menjadi tegak. Yoona sudah tahu kalau Siwon akan segera memancing kemarahannya, dan sialnya dia selalu termakan umpan.

“Ada masalah, Tuan Choi?” dengan suara yang lembut namun tatapannya penuh dengan sindiran.

“Tidak ada masalah, Nona Im Yoona.” Siwon memperhatikan sepasang mata Yoona yang menyala-nyala dan merasa terganggung saat mendengar pemuda yang ada di hadapannya menyebutnya dengan nama lengkap.

“Memangnya kau tidak punya kasus pembunuhan atau apalah, yang bisa menjadi mainanmu?”

Bibir Siwon mengerut dengan menawan, mempertajam kerut-kerut di wajahnya. “Sekarang tidak ada. Sudah keluar dari dalam kotak cantikmu hari ini?” ujarnya sambil menatap ke arah berkas-berkas Yoona yang ada di meja sebelahnya.

Seketika Yoona mengertakkan giginya untuk menahan semburan kata-kata umpatan dari mulutnya. Siwon tak pernah gagal menggali emosi perempuan itu. dan wanita itu tidak pernah gagal mempertahankan pandangannya. Tapi kali ini tidak, kata Yoona pada dirinya sendiri sambil mengepalkan tangannya di bawah meja. “Kali ini aku tidak akan terpancing oleh ucapan sinismu, Choi SIwon-ssi!” teriak batin Yoona.

“Kau sangat ahli ya dalam hal itu.” ucap Yoona dengan manis namun tatapan matanya berkata lain, sorotan mata yang terpancar dari matanya yang bening penuh dengan kebencian.

“Yeah…. Bagaimana kalau kita taruhan berita siapa yang akan di muat di halaman depan?”

Yoona mengangkat sebelah alisnya matanya yang halus dan gerakan itu amat disukai Siwon. “Aku tidak sudi menerima uangmu, Tuan Choi Siwon-ssi.”

“Aku tidak keberatan menerima uangmu.” Siwon bangkit sambil menyeriangai dan berjalan mengitari meja kerja Yoona, kemudian berhenti dan membungkuk ke telinga Yoona. “10.000 Won, Walaupun surat kabar ini milik ayahmu, editor kita tahu persis bagaimana membedakan antara berita sesungguhnya atau hanya berita pelengkap.”

Untuk sesaat Siwon merasakan kecanggungan di antara mereka, dia bisa mendengar dengusan lembut napas Yoona. Sungguh menggoda, amat menggoda saat mendarat ke bibirnya yang lembut. Siwon merasakan gejolak amarah wanita itu.

“Kuterima tantanganmu,tapi naik kan taruhannya jadi 50.000 won.” Yoona berdiri. Dengan jengkel Yoona mendonggakkan kepalanya untuk memandang mata Siwon. Perasaan Yoona semakin jengkel saat menatap mata Siwon yang penuh dengan percaya diri.

“Taruhanmu kulayani, sayangku.” Siwon memilin ujung rambut gadis itu dengan jari-jemarinya yang besar. “Dan untuk membuktikan bahwa si brengsek ini masih mempunyai sopan santun, aku akan mentraktirmu makan siang atau makan malam dengan uang kemenanganku.”

Yoona tersenyum pada Siwon, menyorongkan badannya lebih dekat sehingga tubuh mereka bersentuhan. Siwon merasakan sengatan listrik yang mengejutkan hingga membua aliran darahnya mengalir deras pada sistem sarafnya. “Kita lihat saja, siapa yang akan tertawa di akhir cerita ini.” kata Yoona, kemudian mendorong Siwon ke pinggir.

Siwon melihat Yoona yang berjalan dengan penuh amarah. Sedangkan pemuda itu tertawa terbahak-bahak di antara hiruk-pikuk ruang utama, dan untungnya tidak ada seorang pun yang memperhatikannya. Di tempat yang lainnya, Yoona terus memaki sambil melajukan kendaraan mobilnya melintasi jalan lalu lintas yang saat itu cukup padat.

~OoO~

-Pov Yoona-

“Brengsek!” Makiku penuh amarah. “Kalau saja kakakku, Joongki tidak bertemu Siwon sewaktu kuliah, pria itu tak akan pernah menerima tawaran untuk bekerja di New Emerald!” seruku kembali sambil menggas laju mobilku lebih cepat. Seandainya itu terjadi maka Siwon akan tetap sebagai laki-laki yang menyebalkan di Canada dan bukannya berada hanya dalam jarak setengah meter dengan diriku setiap hari.

Kuakui meskipun sakit yang dirasa, Siwon adalah wartawan terbaik di antara para staf lainnya. Dia sangat teliti. Berwawasan luas, dan mempunyai naluri bak anjing pelacak. Tulisan Siwon tentang kasus-kasus pembunuhan yang ditanganinya selalu rapi, singkat dan sempurna. Aku berharap diriku bisa menjejalkan lembaran lima puluh ribu Won ke mulut pemuda itu. Tentu semua itu aku lakukan agar pria itu tidak dapat menertawakan lagi diriku.

Selama enam bulan belakangan ini aku sudah bekerja dengan dirinya. Siwon tidak pernah bereaksi terhadapku seperti laki-laki lain. Tidak ada rasa hormat yang ditunjukannya, tidak ada kekaguman di sorot matanya. Meskipun sebenarnya aku tidak suka diperlakukan semacam itu tapi tidak berarti aku benci bila diperlakukan semacam itu.

Pria itu juga tak pernah mengajak dirinya pergi, bukan berarti aku ingin diajak jalan dengan dirinya. Meskipun Siwon pindah ke gedung yang sama dengan apartemenku, bahkan menjadi tetanggaku, aku tidak pernah sekali pun mendengar suara ketukan pintu darinya. Bahkan pura-pura salah sekali pun tidak. Selama lima bulan ini aku berharap Siwon datang mengetuk pintunya supaya aku bisa membanting pintu di depan wajah pria itu.

“Apa yang di lakukan pria itu selama lima bulan belakangan ini di sana?” gumamku sambil menggertakan gigi.

Pria menyebalkan itu selalu mengomentari ha-hal kecil dan lucu tentang pria yang kukencani dan semua itu semakin menjengkelkan karena komentarnya selalu benar. Belakangan ini, aku sering pergi bersama Cho Kyuhyun yang menjadi target Siwon.

Cho Kyuhyun adalah seorang anggota dewan yang amat kolot dan bertampang agak bodoh. Sebenarnya aku ingin menolaknya tapi karena Kyuhyun kadang-kadang memberikannya sebuah bocoran berita. Jadinya niat itu selalu aku urungkan. Tapi Siwon selalu menempatkan dirinya pada posisi yang sulit, karena diriku harus membela Kyuhyun padahal bertentangan dengan diriku sendiri.

“Hidup ini akan jauh lebih sederhana, jika saja Choi Siwon masih bekerja di Canada dan andai saja wajah pria brengsek itu tak setampan itu.” geramku sambil membuang jauh bayangan wajah Siwon sambil tetap menambah kecepatan laju kendaraan.

[End]

~OoO~

-Beberapa jam kemudian-

Yoona menghentikan kendaraannya di ujung jalan dan memandang ke arah rumah. Rumah itu terdiri atas sepuluh pilar yang penuh denga ukiran huruf cina. Bangunan itu terbuat dari batu bata yang telah dicat dengan warna putih. Di sana juga di sisi tembok putih tersebut di kelilingi oleh kumpulan bunga mawar berwarna merah. Yoona berjalan memasuki ruangan depan, dan tak lama terlihat ada sesosok pria paruh baya yang berjalan ke arahnya.

“Halo, Papa!” seru Yoona sambil menghampiri ayahnya dan kemudian mencium sebelah pipi pria paruh baya  tersebut. Tuan Im terlihat tampan dan masih gagah meskipun rambutnya sudah berwarna keabu-abuan.  Seperti kebiasaan lamanya, pria tua itu selalu mengacak-acak rambut putri kesayangannya yang rapi.

“Halo, putriku. Tulisan yang bagus untuk tajukmu minggu ini.” kata Tuan Im. Tapi dirinya malah melihat sekilas rasa kesal dari  mata hitam milik putrinya, Yoona.

”Terima kasih.” Yoona langsung tersenyum kemudian membalikkan badan. Yoona memperhatikan wanita yang duduk di kursi yang tak jauh dari dirinya berdiri.

Rambut wanita itu sudah memutih sempurna tapi rambutnya masih terlihat lebat dan tebal seperti rambut miliknya. Nama wanita tua itu adalah Im Hyera. Yoona lalu berjalan menghampiri wanita berambut putih tersebut sambil berkata. “Nenek!” Yoona membungkuk dan mencium sebelah pipi neneknya. “Nenek tidak pernah terlihat tua!” seru Yoona dengan senyum yang merekah.

“Apakah kau baru tahu, sayang? Nenekmu ini masih cantik seperti dirimu, sayang.” celetuknya dengan suara agak serak karena usianya yang tak muda lagi.

“Kau masih sama seperti biasa, Yoona-ah.” tambah Hyera sambil menggengam erat tangan cucunya. “Memang keturunan keluarga Im sangat hebat.” serunya kembali. Tak lama wanita tua itu memanggil putranya untuk membawakan minuman untuk dirinya dan putrinya Yoona yang sedang berkunjung,

“Bagaimana kehidupan percintaanmu, Yoonaku sayang?”

Sambil meringgis Yoona duduk di bawah bantal dekat kaki neneknya. “Tidak sebanyak kehidupan cintamu, Nek.” Yoona menangkap kedipan mata ayahnya saat menaruh minuman di atas meja kecil tepat di samping ibunya.

“Omong kosong!” kata wanita tua itu sambil mengambil secangkir teh yang telah dibawakan oleh putranya, Denis. “Kuberitahu apa yang salah pada dunia jaman sekarang, terlalu banyak urusan bisnis sehingga tak banyak waktu untuk kehidupan cinta. Sedangkan masalah yang sedang kau hadapi…” untuk sesaat wanita tua itu terdiam sambil mengamati wajah cucu kesayangannya. “Kau membuang waktumu dengan si Kyuhyun yang lemah itu. Dia tidak punya kekuatan untuk menghangatkan ranjang seorang wanita.”

“Syukurlah kalau begitu.” sahut Yoona dengan napas yang lega. “Itu tempat terakhir yang kuinginan bersama dia.”

Tak lama sang Nenek berkata kembali. “Sudah waktunya kau punya seseorang di ranjangmu, sayang.” kata Hyera tajam.

Yoona mengangkat sebelah alisnya seakan ia tak setuju dengan perkataan wanita tua tersebut. “Tidak semua orang,” kata Yoona dengan pelan. “Memiliki, bagaimana mengatakannya, pokoknya tak semua orang berpikir mesum seperti dirimu, Nek!” balas Yoona.

Hyera tertawa tebahak-bahak sambil memukul lengan kursi. “Tidak semua orang mau mengakuinya, Yoonaku sayang.”

Karena tidak tahan lagi dengan perkataan neneknya, Yoona hanya bisa meringgis. “Joongki Oppa, akan datang ke sini kan?”

“Sebentar lagi.” ucap Tuan Im sambil merebahkan tubuhnya di sebuah kursi santai “Dia baru saja menelepon sebelum kau masuk. Katanya dia membawa seorang teman.”

“Kuharap temannya itu perempuan,” kata Hyera enteng. “Hidup anak itu terlalu banyak berkutat pada buku-buku hukum. Sama sepertimu.” tambah Nyonya Im sambil memeluk kembali tubuh cucu perempuannya, Yoona.

“Sepertinya aku tak akan bisa menjadi  seorang nenek buyut. Kalian berdua terlalu sibuk dalam hukum dan surat kabar sampai tidak bisa mencari seorang kekasih.” keluhnya dengan dahi yang berkerut yang menambah garisan-garisan halus di wajahnya.

Yoona mendesah. “Kumohon hentikan. Aku belum siap menikah!” kata Yoona.

“Siapa yang berbicara tentang perkawinan?” balas wanita tua itu tak mau kalah. Beberapa menit kemudian terdengar suara pintu depan yang terbuka, seketika Yoona langsung berlari ke ruang depan.

Begitu Yoona sampai di ruang tengah, senyumannya langsung menghilang dan rahangnya menegang. Sepasang matanya berkedip cepat saat ia melihat sesosok pria yang sedang berdiri di belakang punggung kakak lelakinya, Joongki.

-TBC-

 ~OoO~

Hallooha… ketemu lagi nih ma Phiyun di sini ^^

Seperti biasa aku membawakan ff baru lagi nih, tiba-tiba dapet inspirasi waktu nonton she was beautifull yang abang siwon main di sana, disana dia juga jadi wartawan, yah walaupun bukan jadi pemeran utama sih. Semoga kalian menyukai Ffku kali ini yah 🙂 Cerita ini juga terinspirasi juga dari novel dari Nora Roberts,  jadi jangan kaget saat bacanya ya, alur awalnya aku buat sedikit sama dan akan sedikit melenceng dari isi novelnya kedepan nantinya 😀

Penasaran sama kelanjutannya? Ayo jangan lupa RCL-nya ya dear, biar miminnya lebih semangat lagi buat publisin part ke-duanya, hehee (Modus nih, penulisnya) 😀

Sebelumnya Phiyun ucapkan terima kasih kepada semua readers yang sudah mau meninggalkan jejaknya disini ^^ Gomawo ❤

 

55 thoughts on “Enemy? [Part 1]

Leave a reply to Fitri Anita Cancel reply