The Death Bell [Part 4]

req-phiyun-death-bell

|| Title: The Death Bell || Author: Phiyun || Genre: Romance | Thriller | Misteri | Supranatural | Fantasi || Cast: Jiyeon | Lay || Support Cast : Member Exo ||

Poster Credit:  Laykim Design Poster  (Thank’s ^^)

Privew: Part 1 || Part 2  || Part 3 ||

Cerita ini hanya fiksi belakang namun apabila ada kesamaan di dunia nyata berarti hanya kebetulan semata. Kebetulan ff ini terinspirasi dari sebuah buku  yang pernah aku baca. Penulis hanya memakai nama castnya saja sebagai bahan cerita, jadi keseluruhan cast yang ada disini milik penulis. Maaf kalau karakternya Castnya aku buat beda dari karakter  aslinya. Ini semata – mata hanya untuk isi cerita saja. Tapi kalau di dunia kenyataan Castnya milik Tuhan, keluarganya dan agencynya. Heheee… XD

Part ini aku fokuskan di Pov Jiyeon ya 🙂

*** Happy  Reading ***

~Summary~

Tidak benarkan kau salah satu dari mereka?  Karena jika benar maka kau adalah orang yang selanjutnya yang akan mati oleh kedua tanganku sendiri.

~~~ooo~~~

~Privew~

Gadis itu  langsung berlari ke arah depan pintu untuk keluar namun belum sempat ia lakukan Namja itu sudah memeluk belakang punggung Jiyeon.

 

“Aku tak peduli siapa dirimu, Jiyeon-ah. Aku tak peduli meskipun kau itu adalah seorang pembunuh berantai sekalipun aku tak peduli!!! Karena aku mencintaimu.” ujarnya sambil mempererat dekapannya. Jiyeon hanya dapat terpaku saat mendengar perkataan yang baru saja di katakan oleh Lay. Air mata gadis itu pun tumpah dan jatuh begitu saja di kedua pipinya.

 

~Privew-end~

 

~~~ooo~~~

~POV Jiyeon~

“Aku tak pernah berfikir kalau kau pelaku pembunuhan itu. Sesuatu pasti ada sesuatu di belakang ini semua ini.” tutur Lay sambil tetap memelukku erat di dalam pelukannya. Kejadian ini membuatku menjadi sangat ketakutan. Aku bahkan tak dapat mengerti dengan apa yang sudah terjadi pada diriku sendiri. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu dari arah bawah.

 “Tok..tok…tok..”

Mendengar suara ketukan pintu tersebut membuatku semakin kalut. Lay nampaknya mengerti dengan apa yang aku rasakan tanpa harus aku katakan padanya. “Kau tunggulah disini baik-baik.” ucapnya seraya membelai lembut puncak kepalaku.

Tentu saja aku tak bisa berdiam diri, aku langsung meraih baju Lay untuk dapat menghentikann langkah kakinya. “Lay-ah… tetaplah bersama ku, hemm…” aku berusaha merajuk karena aku tak ingin ada sesuatu yang terjadi kepada dirinya. Namun Lay dengan tenang meyakiniku bahwa semuanya akan baik-baik saja. “Aku akan segera kembali, jadi kau harus tetap disini ya.” ujarnya lembut kepadaku. Aku tak menggubris perkataannya tanganku masih meremas kencang sweter yang sedang dikenakannya. Aku takut sangat takut bila orang yang aku sayangngi harus menanggung kesalahan yang teah aku perbuat.

“Tunggulah aku, Jiyeon-ah. Aku berjanji akan pulang dan kembali ke sisi mu.” dan kemudian Lay pun mengecup lembut atas keningku. Air mataku langsung jatuh begitu saja membasahi kedua pipiku. Aku tak punya alasan lagi untuk menghentikannya. Tanganku yang saat tadi meremas kencang sweternya seketika lepas begitu saja tampa perlawanan yang berarti.

~End~

~~~ooo~~~

Lay lalu bergegas turun dari dalam kamarnya dan tepat ia membuka pintu sudah ada dua orang polisi yang sedang menunggu dirinya diluar pintu.

“Permisi, apakah anda adalah saudara Lay?” tanya salah satu petugas sambil memperlihatkan penangkapan untuk dapat mengintrogasi Lay dikantor polisi. Lay berusaha bersikap tenang di hadapan kedua polisi tersebut. Meskipun sebenarnya di dalam hatinya tak kalah kalutnya dengan Jiyeon. “Ya… saya Lay, ada apa anda berdua mencari saya.” tanya Lay dengan nada yang sedikit kikuk tapi itu tak bertahan lama karena Lay dapat mudah mengontrol perasaannya di hadapan kedua petugas tersebut.

“Ada yang ingin kami tanya kepada anda, bisakah anda ikut bersama kami ke kantor.” tanpa menjawab apa-apa Namja itu pun langsung menutup pintu rumahnya dan pergi bersama-sama dengan kedua petugas polisi tersebut.

Di dalam kamar Jiyeon sangat panik. Pandangan mata gadis itu pun selalu menatap ke arah luar jendela. Dan beberapa menit kemudian mobil polisi yang saat tadi terparkir di depan gerbang pintu kediaman Lay pun pergi.

“Jangan bawa dia, bawa saja aku!! Kenapa harus dia? Harusnya aku yang dicurigai! Bukan Lay!!!” Teriak Jiyeon sambil kedua tangannya memukul-mukul kencang jendela yang terbuat dari kaca tersebut dengan menangis tersedu-sedu.

~~~ooo~~~

~POV Jiyeon~

Untuk beberapa waktu aku terus menatap kosong keluar jendela mengharap Lay segera secepatnya pulang tapi sudah hampir 3 jam Lay tak kunjung kembali. Pikiranku semakin kacau saat memikirkan apa yang akan terjadi dengan Lay di sana. Dengan langkah yang berat diriku mulai berjalan menjauhi depan jendela dan tanpa sengaja aku mentap sebelah telapak tangan kananku.

“Noda ini? Kenapa belum hilang juga?” aku semakin bingung kenapa noda yang ada ditelapak tanganku tak kunjung hilang. Lalu aku langsung berlari meraih mantel  bajuku yang sedang digantung.

Perlahan-lahan aku merogoh isi kantung mantelku dan bingo apa yang aku cari ternyata ada di sana. “Cring…cring..cring…” gantungan bel itu berdering lembut.

“Semuanya terjadi setelah aku mengambil benda ini? Setiap malam aku selalu mendengar bunyi bel, apakah bunyi itu dari gantungan lonceng ini?” gumamku pelan sambil menatap lekat gantungan lonceng tersebut dan tiba-tiba aku merasakan hawa yang dingin mengitari sekelilingku.

“Kenapa perasaan ini tak asing olehku?” tubuhku pun membeku. Aku tak dapat menggerakkan seluruh anggota tubuhku. Aku mulai merasa sesak dan pandangan aku mulai kabur. Aku berusaha untuk tetap tersadar. “Ini hanya halusinasi, aku tak boleh kalah!” jerit batinku dan seketika aku tak mampu menompak berat tubuhku.

“Bruk!!!”

Aku jatuh tergelepar tapi di saat itu juga, aku bisa menggerakkan kembali tubuhku. “Sebenarnya apa yang telah terjadi padaku? Apakah semua ini ada sangkut pautnya…” aku tak sanggup melanjutkan perkataanku saat menatap gantungan lonceng yang ada di dalam gengaman tanganku.

A-ani.. ini cuma kebetulan, tak mungkin benda sekecil ini bisa melakukan itu. Aku harus segera mencari tahu kebenarannya.”

~End~

~~~ooo~~~

Ternyata Jiyeon diam-diam pergi ketempat kejadian perkara tanpa sepengetahuan Lay. “Jadi di sini tempat salah satu orang yang tewas dan tak jauh dari tempat ini satu orangnya lagi juga tewas dengan keadaan yang sama.” gumam Jiyeon dengan suaranya yang lemah. Gadis itu berusaha untuk mengingat tentang tempat ini tapi tak ada sedikitpun bayangan. Dia bahkan baru pertama kali berkunjung ke daerah ini.

Tiba-tiba dari belakang ada seseorang yang menepuk atas bahu milik Jiyeon. Gadis itupun langsung terkejut. “Omo!” ujarnya sambil menoleh kebelakang. “Jiyeon-ssi? Sedang apa kau kesini?” tanya Yeoja berparas cantik tersebut. “Hyomin, Eonni? Se-sebenarnya aku…”

~~~ooo~~~

~1 Jam kemudian~

“Disini ya tempatnya?” langkah kakiku terhenti di depan sebuah cafe yang tak jauh dari kampus. Kedua mataku mulai sibuk mencari seseorang dan tak jauh dari tempat aku berdiri aku melihat ada seorang Namja yang melambaikan tangan ke arahku. “Apakah itu dia?” dengan langkah yang ragu aku mulai berjalan menghampiri pria tersebut.

Setibanya disana pria itu langsung menyuruhku untuk duduk di bangku yang kosong tepat di depannya. Tapi aku tak langsung menuruti permintaannya. “Kau pasti Park Jiyeon, kekasih Lay.” ujarnya seraya memperlihatkan seulas senyumannya kearahku.

“Apakah kau…”

“Ya, aku Chanyeol. Orang yang saat tadi kau hubungi.”

~~~ooo~~~

-Flash Back-

“Apakah Eonni tahu tentang mahasiswa yang tadi malam terbunuh disini?”

“Oh… apakah kau tak tahu kedua mahasiswa itu teman seangkatan Lay, aku sering melihat mereka kumpul bersama.” Balasnya.

“Jadi Eonni tahu siapa saja teman dekat Lay?” tanya Yeoja itu lagi pada seniornya.

Hyomin menjadi bingung saat melihat tingkah laku Jiyeon yang aneh. “Jiyeon-ssi, kenapa kau begitu ingin tahu tentang pembunuhan itu?” mendengar perkataan Hyomin yang menyudutkan dirinya membuat Jiyeon menjadi canggung. “A-aku hanya ingin tahu sahabat dekat Lay siapa saja.” kilahnya.

Eonni kan tahu kalau aku baru saja berpacaran dengan Lay, karena aku sangat sayang kepadanya jadi aku ingin lebih dekat saja dengan sahabat dekat kekasihku.” ungkap Jiyeon.

Hyomin dapat mengerti dengan maksud pembicaraan Jiyeon. “Baiklah, akan aku kasih tahu. Tapi aku tak begitu mengenal mereka jadi aku hanya punya satu nomor telepon dari mereka. Tapi lebih baik kau lupakan saja.”

Eonni… berikan nomor teleponnya padaku.” bujuk Jiyeon. “Tapi dia itu playboy, bagaimana kalau kau diapa-apa in oleh nya? Andwae!

“Kumohon… berikan nomornya padaku, Eonni. Aku bisa menjaga diriku sendiri, lagi pula dia kan temannya Lay, tak mungkin kan ia bakalan macam-macam sama aku.” ucap Jiyeon berusaha meyakinkan Hyomin. Mendengar itu tak ada alasan lagi untuk tidak memberikan kontak milik sahabat Lay kepada Jiyeon.

-End-

~~~ooo~~~

Mereka berdua lalu berbincang-bincang sambil menikmati minuman mereka masing -masing, Chanyeol menghirup perlahan-lahan secangkir capuccino panas sedangkan Jiyeon meminum orange juice yang baru saja ia pesan.

“Aku pernah dengar kalau Lay mempunyai kekasih yang cantik tapi tak kusangka kalau kekasihnya lebih cantik dari bayanganku.” Jiyeon sempat tersedak saat Chanyeol mencoba memujinya.

“Sebenarnya ada yang mau aku tanyakan padamu, Chanyeol-ssi.” sambil menjauhkan gelas orange juice miliknya. “Ini mengenai Chen, Baekhyun, Jongin dan Sehun.”

“Oh, tentang itu? Tadi pagi juga polisi menayakan hal semacam itu pada ku.” balasnya santai.

Mendengar perkataan Chanyeol, perasaan Jiyeon menjadi sedikit lega karena bukan Lay saja yang di bawa oleh polisi untuk menanyakan tentang kematian Jongin dan Sehun. Merasa tak ada alasan lagi untuk tetap berlama-lama dengan teman kekasihnya, Jiyeon pun berpamitan kepada Namja tersebut.

“Kalau begitu aku pamit untuk pergi. Senang berjumpa denganmu.” ucap Jiyeon namun saat gadis itu hendak pergi tiba-tiba pergelangan tangan milik Jiyeon digengam erat oleh Chanyeol. “Sebelum kau bergi bagaimana kalau kita makan malam dulu, aku tahu restauran yang enak di daerah dekat sini.” tawar Namja tersebut.

Tapi Jiyeon niat menolaknya tawaran sahabat kekasihnya dengan lembut. “Maaf sepertinya aku tak bisa.” sambil melepaskan gengaman tangan milik pria tersebut dari pergelangan tangannya tapi sepertinya Namja itu tak berniat melepaskannya. Dia malah menarik tubuh Jiyeon untuk lebih dekat dengannya. Tak sengaja tas yang dikenakan Jiyeonpun jatuh saat gadis itu berusaha menghindarinya.

Cring…cring…cring…”

Gantungan lonceng itu pun jatuh bersamaan dengan barang yang ada di dalam tas tersebut. Tiba-tiba kedua mata Namja itu terbelalak lebar saat Jiyeon mengambil gantungan lonceng tersebut.

“Lo-lonceng i-itu?” ekspresi wajah Chanyeol langsung berubah drastis yang awalnya ia selalu tersenyum sekarang wajah Namja itu terlihat pucat pasi saat melihat gantungan lonceng yang sedang digengam oleh Jiyeon. “Apakah kau mengetahui lonceng ini?” tanyanya dan pemuda itu hanya membalasnya dengan gelengan kepala.

Merasa ada sesuatu yang aneh yang diperlihatkan oleh Chanyeol padanya saat melihat gantungan lonceng tersebut, akhirnya Jiyeon pun mengiyakan tawaran pria tersebut untuk makan malam bersama.

“Wajahnya berubah saat melihat lonceng ini, pasti dia tahu tentang benda itu.” ungkap batin Jiyeon sambil melirik kearah Namja yang saat ini sedang berjalan di sampingnya.

~~~ooo~~~

~Di restauran~

Setibanya di sana mereka berdua langsung memesan makanan dan ternyata saat Jiyeon ke kamar mandi Chanyeol sudah memberikan obat bius ke dalam minuman milik Jiyeon dan alhasilnya saat gadis itu baru minum beberapa tenguk minumannya. Kepala Jiyeon mulai berputar-putar hebat. Dan hanya dalam waktu beberapa menit kesadaran Yeoja itu hilang.

“Akhirnya kau masuk juga ke jebakanku, Jiyeon-ah.” ujar Namja itu dengan menyeringai seraya  menatap wajah polos milik Jiyeon.

~~~ooo~~~

Gadis itu pun dibawanya ke sebuah motel yang tak jauh dari tempat restauran. Tubuh Jiyeon lalu direbahkannya dengan sangat hati-hati  di atas ranjang. Perlahan – lahan Chanyeol membuka pakaianannya yang melekat di tubuh Jiyeon. dari mantel, syal dan kemudian tangannya mulai mengerayangi kulit putih mulusnya milik Jiyeon. Saat pria itu hendak melumat bibir mungil milik Jiyeon tiba-tiba ia menghentikan niatnya.

“Ah… ya ada yang lupa aku lakukan sebelumnya.”

Lalu Namja itu mengeluaran sebuah kamera dan setelah menyetingnya, kamera itupun ditaruhnya diatas meja dan diarahkan ke arah Jiyeon.

“Pas… Sekarang mari kita mulai.”

Pria tinggi itu berjalan dengan santai kearah Jiyeon yang sudah tak sadarkan diri dan kemudian Namja itu mulai membuka satu persatu kancing kemeja miliknya dan setelah terlepas semuanya, pakaian yang dikenakannya pun di buangnya ke lantai.

Dan saat ini posisi Jiyeon sudah ada dibawah tindian tubuh Chanyeol, saat Chanyeol hendak mencium leher jenjang milik gadis yang ada dihadapannya tiba-tiba terdengar suara lonceng yang berbunyi lembut.

“Cring….cring…cring…cring….”

Dan tak lama kemudian, kedua mata Jiyeon pun terbuka lebar. Sontak pria itu terkejut dan langsung bangkit dari atas tubuh milik gadis tersebut.

“Jiyeon-ah… biar aku jelaskan.” Chanyeol muai panik saat Jiyeon berdiri menhampiri dirinya. Tatapan matanya sungguh menyeramkan saat Namja itu hendak memundurkan langkah kakinya tiba-tiba seketika tubuhnya menjadi kaku. Bahkan pria itu tak mampu mengeluarkan suara saat kedua tangan milik Jiyeon sudah menggenggam erat leher miliknya.

“Kau… harus membayar mahal semuanya, Chanyeol-ah…” dengan nada yang parau dan kedua tangan milik gadis itu mulai mengangkat tinggi-tinggi tubuh milik Chanyeol sambil tetap menggengam erat leher milik pemuda tersebut.

Gengaman tangan gadis itu sangat erat dan dalam sampai-sampai leher milik pria tersebut patah diremasnya dan tak disana saja karena saking eratnya ia meremasnya sampai-sampai jari jemarinya tembus di leher jenjang milik Chanyeol.

~~~ooo~~~

~POV Jiyeon~

Tubuhku terasa sangat berat dan saat aku membuka mata aku sedang berbaring di bawah lantai. Kepalaku masih terasa berputar-putar dan saat aku mencoba bangkit aku melihat ada sesosok mayat di depan mataku.

“Chanyeol??? Apakah aku…itu tak mungkin…” aku berusaha menyangkal tapi saat aku melihat keadaan tubuhku. Teryanta banyak bercak darah dipakaian yang kukenakan bahkan kedua tanganku penuh dengan lumuran darah yang masih basah.

“Ti-tidak mu-mungkinkan…. aku yang membunuhnya…” kali ini bibirku bergetar hebat, aku sama sekali tak dapat mengingat apa pun yang aku ingat terakhir kali hanya suara alunan suara lonceng yang terdengar sayup-sayup di telingaku.

Aku mulai panik bahkan tak mampu menggerakkan tubuhku karena shock.  Dari kejauhan tak sengaja aku melihat ada sebuah kamera yang ditaruh diatas meja yang tak jauh dari tempatku berdiri. Dengan langkah kaki yang berat aku berjalan menuju kamera tersebut.

Perlahan-lahan aku melihat isi dalam kamera tersebut dan ternyata hal yang aku takutkan semuanya terekam disini. Tubuhku angsung tumbang saat melihat apa yang sudah aku lakukan pada pria tersebut. “Itu, aku… jelas sudah yang membunuhnya adalah aku…”

“Se-sebenarnya… apa arti dari semua ini? Kenapa aku…” lirih gadis itu sambil menangis terisak-isak.

~End~

~~~ooo~~~

Sebelum Jiyeon bergegas pergi dari tempat kejadian, gadis itu sudah terlebih dahulu mengambil kartu memory dari kamera tersebut. Jiyeon berlari secepatnya dari sana dengan tubuh yang bergetar hebat. Jiyeon berlari dengan seluruh tenanganya. Hingga sampai ia berhenti disebuah jembatan yang sepi dengan air yang terlihat sangat tenang.

“A-aku sudah membunuh lima orang. Kenapa aku melakukan hal semacam itu! Wae! Wae!!” teriaknya penuh frustasi dan kartu memory yang ada digengamannya ia buang jauh-jauh ke sungai.

“Untuk apa aku hidup, lebih baik aku mati saja.” ujarnya gadis itu dan dia pun mulai menaiki pengangan jembatan tersebut. “Maafkan aku, Lay-ah. Aku harus pergi meninggalkanmu seperti ini.” ucapnya pilu sambil meneteskan air mata dan saat Jiyeon hendak terjun ke sugai tiba-tiba ada sesuatu yang mencengahnya dari belakang.

Tubuh Jiyeon mulai merasakan sensasi yang cukup familiar yang sering ia rasakan. Tubuhnya mulai membeku dan ia merasa ada seseorang yang sedang memeluk dirinya dari belakang. Belakang punggungnya terasa dingin ya sangat dingin sampai-sampai Jiyeon merasakan mati rasa di sekujur belakang punggungnya.

Tak lama Jiyeon melihat ada dua buah tangan yang terlihat transparan sedang merangkul diatas pundaknya dan terdengar suara yang sayup-sayup di kedua telinganya. “Kau… belum boleh mati, masih ada dua orang lagi..” tiba-tiba bayangan tangan itupun hilang dari belakang punggungnya.

Angin berhembus kencang dan tiba-tiba hilang begitu saja. jantung Jiyeon masih berdegup dengan kencang. Tubuhnyapun langsung terjatuh lemas. “Ini bukan ilusikan? Ini nyata..” ungkap Jiyeon dengan terbata-bata. “Tapi kenapa harus aku yang melakukannya, mengapa aku!!”

~~~ooo~~~

~Beberapa saat kemudian~

Jiyeon lalu berlari kencang menuju kediaman Lay. Setibanya di sana Jiyeon langsung masuk kedalam dan langsung berlari ke dalam pelukan sang pujaan hatinya. “Lay-ah…a-aku…” dengan terbata-bata gadis itu berkata sambil menitikan airmata.

 Lay menjadi bingung dengan apa yang baru saja di alami oleh Jiyeon karena sedari tadi ia bertanya, kepada Jiyeon, gadis itu hanya menangis.

“Kau tunggulah sebentar di sini, wajahmu terlihat sangat pucat.” saat Lay hendak pergi Jiyeon langsung memeluk tubuh Namja itu lebih erat. “Aku mau ke dapur sebentar, akan aku buatkan kau cokelat panas supaya tubuhmu hangat.” dengan berhati-hati  Lay melepaskan tubuhnya dari pelukan Jiyeon.

Sebelum ia meninggalkan Jiyeon ke dapur terlebih dahulu Lay mengantar Jiyeon untuk duduk bersantai di ruang tengah.

“Mengenai polisi yang tadi pagi datang ke sini kau tak usah khawatir. Selain aku yang dipanggil masih ada dua orang lagi yang dipanggil.” Ceritanya sambil sibuk membuat cokelat panas untuk Jiyeon di dapur.

Mendengar perkataan yang baru saja di ceritakan oleh Lay, membuat Jiyeon tercengang kaget. “Dua orang? Berarti…tinggal satu orang dan yang satunya lagi Lay…”  Tiba-tiba Jiyeon mengingat bisikan suara yang mengatakan pedanya kalau tinggal dua orang lagi. “Mungkinkan atau hanya kebetulan?” batin Jiyeon semakin bergejolak saat ia berniat untuk menanyakan sesuatu hal pada pria yang amat ia cintai.

Saat Lay sudah selesai membuat secangkir cokelat panas untuknya Jiyeon pun menunjukan sesuatu yang ada digengamannya kepada Lay. “Lay-ah, Lihatlah.” sekejap kedua cangkir yang saat tadi di bawa oleh Lay pun jatuh begitu saja ke bawah lantai. Wajah Lay tak jauh beda dengan ekspresi Chanyeol saat melihat gantungan lonceng tersebut.

Lay lalu langsung menghampiri Jiyeon dan dengan kasar kedua tangan Jiyeon pun digengamnya dengan erat. “Jiyeon-ah! Kau mendapatkan darimana lonceng itu!” teriak Lay. Dan itu membuat Jiyeon semakin tak berdaya. Tubuhnya langsung lemas dan tanpa ia sadari, dirinya hampir beberapa saat tidak berkedip sama sekali saat menatap wajah kekasihnya Lay.

 Air matanya pun akhirnya jatuh lagi begitu saja di kedua pipinya. Di dalam hatinya ingin sekali ia berteriak kalau semua ini tak benar tapi apa yang ia pungkiri semakin lama semakin jelas kalau pria yang di hadapannya ini adalah target berikutnya. Ya, korban selanjutnya yang akan mati oleh kedua tangan miliknya sendiri.

-TBC-

Halo…halo…halo… ketemu lagi kita dimari, hihi 😀

Mian kalau aku buat lanjutannya rada lama biasa lagi sibuk ma ff yang lain / gak nanya/ haha 😀

Aku harap kalian menyukainya yah, maap kalo ada typo yang bertebaran dimana-mana maklum penulisnya juga manusia biasa… untuk ff falling for inocancenya menyusul ya minggu depan.

Oh iya sampe lupa bila  jangan lupa RCL-nya ya chingu, karena komentar dari kalian semua adalah sebagai penyemangat author untuk lebih baik lagi dalam membut fanfic selanjutnya.

See you next chapter berikutnya…

Gomawo ^^

18 thoughts on “The Death Bell [Part 4]

Write your great opinion ^^