Freelance – My Boyfriend is A Ghost (Chapter 1)

MBIAGTitle :

My Boyfriend Is A Ghost

Author :

Milleny (@MillenyBFVIP07)

Cover  :

Milleny (@MillenyBFVIP07)

Cast :

Kim Jong In/Kai (EXO)

Jung Han Ra (You/OC)

Lee Tae Min (SHINee)

Kim Ki Bum/Key (SHINee)

Support cast :

Song Geum Heun (OC)

Mrs. Song (Geum Heun’s mother)

And other…

Genre :

Fantasy, Angst, Romance, School-life, Hurt, Sad, Tragedy (?)

Rating :

Teen

Length :

Chaptered (Chapter 01)

Disclaimer :

Semua cast punya Tuhan dan orangtua/orang-orang terkasih. Jung Han Ra dan FF punya saya seutuhnya. Plis jangan diplagiat. Ini udah ancur, plis jangan plagiat kacian tauk T_T #plak :v. FF ini terinspirasi dari film horor Indonesia kuntilanak :v.

Warning! : FF ini sebelumnya pernah di post di Note FB saya, tapi karena saya sudah punya blog pribadi dan ingin share juga di sini, saya akhirnya share kembali. Dan ini saya revisi kembali. Cerita seutuhnya masih sama seperti dulu, namun ada yang saya tambah+kurangi.

FF sudah dipost di akun pribadi HERE

Terima kasih selamat membaca~

 

Tulisan bercetak tebal serta berukuran sangat besar sebagai judul itu membuat seluruh anak satu sekolah “Sekolah Menengah Seoul” itu pun berlomba-lomba untuk membacanya. Kalimat demi kalimat yang berderet di kertas berukuran poster itu membuat semua murid berteriak senang. Namun kenyataannya sebagian dari mereka ada juga yang menangis.

“Kemping?” seorang gadis bernama Han Ra mengelus tengkuk setelah matanya menangkap judul yang tulisannya sebesar kepalan tangan itu. Ia sangat ingin ikut bersenang-senang dengan teman-temannya. Tapi, “Aku ingin ikut, tapi, apa eomma mengizinkannya?”

“Izin apa?” tanya Tae Min, seniornya, yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Laki-laki itu ikut membaca pengumuman di mading. Bibir Tae Min tertarik ketika melihat isi pengumuman itu. Siapa yang tidak senang kalau akan diadakan acara semenyenangkan itu?

Tae Min lalu beralih menatap Han Ra yang sepertinya sangat ingin mengikuti acara itu. “Kau ikut?”

Terdengar helaan napas panjang. Gadis itu menundukkan kepalanya kian dalam. “Aku ingin ikut, seonbae. Tapi, apa nanti eomma marah padaku? Aku takut.”

Tae Min menatap Han Ra bingung. Keningnya berkerut. “Kenapa tidak boleh?”

Han Ra hanya menatap laki-laki itu, tak berniat menjawabnya.

Tae Min hanya bisa berpikir keras ketika gadis itu terus menerus menatapnya. Seolah Han Ra tak ingin menjawab pertanyaan laki-laki itu, dan membiarkan laki-laki itu menebaknya sendiri. Ah iya! ia ingat sekarang. “Aha! Aku ingat! Ibu tirimu, ya?”

Kedua bola mata Han Ra hampir keluar. Buru-buru ia membekap mulut Tae Min. “Ssssttt! Jangan keras-keras seonbae! Nanti kalau ketahuan Geum Heun, bagaimana? Bisa-bisa dilaporkan pada eomma.”.

Perlahan namun pasti, Tae Min mengangguk. Ia melepas tangan Han Ra dari mulutnya secara pelan. “Geum Heun? Saudara tirimu ya?”

Han Ra mengangguk lalu menundukkan kepala, “Aku takut.”

“Apa yang kau takutkan?” Tae Min meninju pelan pundak gadis itu, membuatnya menatap Tae Min kembali. “Semangat!”

Gadis itu menghela napas panjang. Walau wajahnya seperti kertas ditekuk, ia tetap mengangguk. “Ne…”

***

Eomma, aku pulang.”

Han Ra memasuki rumah. Seperti ritualnya setiap hari ketika memasuki rumah: melepas sepatu dan menggantinya dengan sandal khusus rumah yang berwarna coklat itu. Walau terlihat santai, namun dalam hati Han Ra terus berdoa supaya ibu tirinya sedang tidur siang atau apalah.

Rupanya doanya tidak terkabul.

Wanita tua mengerikan itu sudah berdiri di hadapannya. Dengan kedua mata ganasnya. Ibu tirinya datang menghampirinya dengan berkacak pinggang. “Kau baru pulang? Ini jam berapa, huh? Kau pikir kau putri disini? Cepat cuci pakaian sana!”

Dengan kasar ibu tirinya mendorong tubuh Han Ra hingga gadis itu tersungkur ke lantai. Han Ra meringis kesakitan sambil meniupi lututnya yang mengeluarkan darah karena terbetur lantai. Rupanya lantai di rumah ini keras juga. Atau… kekuatan ibu tirinya yang terlalu dahsyat.

“Cepat!” pekik ibu tirinya sambil memelototkan mata, membuat bola mata itu terkesan hampir keluar dari tempatnya.

“Tapi, eomma, aku belum berganti pakaian…”

“Tidak usah banyak alasan! Cepat!”

Bibir Han Ra bergetar. “Ne, eomma…”

Jung Han Ra bangkit berdiri dari jatuhnya. Walau terseok-seok, ia tetap berjalan menuju kamar mandi. Matanya hampir keluar ketika melihat cucian yang sangat banyak itu. Bukankah aku sudah mencucinya semalaman? Namun mengingat kalau ada dua perempuan licik di rumah ini, Han Ra hanya mendesah. Aku hampir lupa betapa liciknya mereka.

Han Ra mencuci semua pakaian itu satu persatu dengan menggunakan sabun cuci #yaiyalah-,-. Hatinya sabar menekuni semua itu. Setelah itu ia membasuh kembali semua pakaian miliknya serta milik ibu dan saudara tirinya dengan air hingga bersih tanpa bersisa satupun. Ia kemudian berjalan ke arah belakang rumah sambil menggendong ember besar berisi banyak pakaian basah dipinggang dan menggantung satu persatu pakaian yang basah di tiang jemuran, dbawah terik matahari yang menyengat agar cepat kering.

Han Ra menyeka keringatnya yang turun perlahan dari pelipisnya. Han Ra mengembuskan napas dari mulutnya. “Hari ini panas sekali, kuharap pakaian ini segera kering agar aku bisa cepat menyeterikanya.”

Setelah semua beres, Han Ra kembali ke kamar mandi dan meletakkan ember besar itu. Lagi-lagi peluhnya menetes. Ia menggunakan tangan untuk menyekanya. Sekali lagi ia mengembuskan napas.

Wanita tua berstatus ibu tirinya itu malah santai-santai. Terpaksa, Han Ra mendekatinya.

“Sudah selesai, eomma, aku mau istirahat dulu,” lapor Han Ra kepada ibu tirinya yang sedang menonton TV dengan kaki dilipat di atas sofa. Tangannya memeluk sebungkus besar keripik kentang.

Kalau saja Appa tidak menikahi wanita sepertimu… pasti hidupmu yang dulunya tinggal di pinggir jalan tidak seenak ini. Aku juga menyesal pernah mengenalmu. Batin Han Ra. Di dalam hatinya, Han Ra mengumpat-umpat kepada ibu tirinya yang super jahat itu. Ia sangat benci kepada ibu tirinya, tak lupa saudara tirinya yang sebelas duabelas dengan ibunya.

“Kenapa kau melihatku seperti itu?”

Han Ra tersadar dari lamunannya dan segera menggeleng. “Tidak. Tidak apa-apa.”

“Ya sudah, pergi sana!” Ibu tirinya melotot.

Kepala Han Ra terangguk. Han Ra kemudian membalikkan badan dan berjalan ke arah kamarnya. Sedikit ngilu ia rasakan di lututnya. Rupanya luka itu masih terasa perih, walau darahnya sudah berhenti keluar.

Setelah sampai di ruangan yang sungguh nyaman itu, Han Ra menutup pintunya. Han Ra duduk di pinggir kasurnya dan mengambil sebuah pigura. Di dalam pigura itu ada fotonya, ayahnya, dan ibunya. Han Ra mengelus foto itu. Perlahan air matanya menitik.

Appa, Eomma, bagaimana kabar kalian di Surga?”

Han Ra membaringkan dirinya ke kasur tetap sambil menatap foto itu.

Appa, Eomma, aku ingin secepatnya menyusul kalian berdua. Aku… aku tidak kuat. Wanita jahat itu terus menyiksaku…” Han Ra terisak pelan. “Apa yang harus kulakukan?”

Foto itu tetap diam tak bergeming. Di dalam sana keluarga yang berbahagia itu tersenyum lebar. Kebahagiaan tercurah di dalam keluarga kecil mereka. Namun siapa sangka kalau kedua orangtua Han Ra lebih dulu pergi meninggalkannya? Pergi dengan penuh kebahagiaan, yang justru berkebalikan dengan putrinya hidup penuh kemenderitaan di dunia.

Saranghaeyo, AppaEomma…

***

Sinar matahari memasuki celah-celah jendela kamar Han Ra yang sedikit terbuka. Han Ra merasa terusik dan terbangun dari tidurnya. Saat terbangun ia menyadari ia tertidur semalam. Bahkan posisi tidurnya masih dengan memeluk pigura itu.

Han Ra mengucek matanya lalu meletakkan kembali pigura itu ke tempatnya seperti semula. Han Ra bangkit dari tidurnya dan berjalan ke arah kamar mandi. Setelah selesai mandi, ia kemudian berganti pakaian dan berjalan keluar kamar.

Tapi jeleknya, ia malah disambut dengan tidak baik setelah keluar kamar.

“Oh, begitu? Bagus, bagus. Jadi setiap hari telat ya, biar aku yang menyiapkan sarapan.”

Kata-kata ibu tirinya begitu menusuk ke dalam hatinya. Padahal, ia hanya telat bangun. Sekali-kali memangnya tidak boleh telat? Aneh. Lama-lama ibu yang jahat itu berubah menjadi penyihir kejam. Han Ra menatap wanita itu dengan tajam.

“Kenapa kau melihatku seperti itu? Tidak suka?”

Han Ra menggeleng. “Tidak apa-apa.”

“Ya sudah, cepat pergi sana!”

Namun, bukannya pergi, Han Ra justru menghampiri ibu tiri dan saudara tirinya di ruang makan. “Tapi, Eomma, aku harus sarapan. Aku bisa sakit.”

Ibu tirinya mengangkat sebelah tangan, “Untuk apa makan? Makan saja diluar!”

“Tapi, aku tidak punya uang.”

Ibu tirinya melotot ke arahnya. Ternyata wanita itu senang melotot. “Lalu, kau mau uang? Enak sekali hidupmu. Sudah kuberikan tempat tinggal gratis, masih minta uang? Benar-benar…”

“Mianhaeyo. Aku pergi.” Han Ra tertunduk dan segera berjalan keluar rumah.

Hatinya sangat sakit, namun ia tidak dapat berbuat apa-apa.

***

“Han Ra-ya!”

Seorang anak laki-laki dengan headseat menggantung di telinga langsung berlari menghampiri gadis yang sudah ditunggunya semenjak tadi. Tae Min berlari mengejar Han Ra yang berjalan lurus di depannya. Sekarang, Tae Min sudah berdiri di sampingnya dengan wajah tampan dan berseri seperti biasanya.

“Han Ra-ya,” panggilnya sekali lagi, menyentuh pundak gadis yang terlihat lemah dan lesu itu.

Han Ra menoleh. Wajahnya pucat pasi. Bibirnya sedikir bergetar. Tae Min mematung menatap wajah Han Ra yang seperti mayat hidup. Gadis itu kenapa?

Gwaenchana?” Tae Min menempelkan tangannya di dahi Han Ra. Kedua mata sipitnya membulat. “Omo! Kau demam! Kenapa masuk segala, sih? Ayo, kuantar ke UKS.”

Gwaenchana…” Han Ra menghentikan Tae Min yang sudah bersiap memapahnya ke UKS.

Tae Min menatap Han Ra dengan mata disipitkan, penuh selidik. “Kau… apa ini perbuatan Eomma tirimu?”

Han Ra menggigit bibir bawahnya yang bergetar, kemudian menggeleng, “Tidak. Aku hanya terlambat bangun jadi tidak sempat makan dan jadinya begini… hahaha.” Han Ra memaksakan tawanya. Tawanya sungguh sangat garing, sampai-sampai Tae Min memandangnya aneh. “Kenapa menatapku begitu, seonbae?” Han Ra menghentikan tawanya begitu melihat Tae Min menatapnya dari atas sampai bawah dengan pandangan aneh.

Tae Min geleng-geleng kepala, “Han Ra, Han Ra, aku tahu kalau kau berbohong. Aku benar kan?”

Tae Min sangat perhatian dengan gadis itu. Sudah semenjak lama Tae Min selalu memerhatikan gadis itu. Gadis itu adalah gadis yang ceria. Ia rasa, ia mulai mengikuti kehidupan gadis itu. Ia bahkan tahu kalau ayahnya meninggal dunia setelah setahun menikah lagi. Setelah itu, Han Ra tidak pernah seceria seperti dulu. Gadis itu lebih sering terlihat melas.

“Ya, sudah, ayo!” Tae Min mengalungkan tangan Han Ra di lehernya.

Gadis itu terkejut. Sungkan. Han Ra menepisnya pelan, “Aku baik-baik saja!”

“Han Ra-ya…”

“Aku baik-baik saja, Tae Min seonbaenim.”

Han Ra mulai mengambil langkah. Tae Min memerhatikan kaki Han Ra yang terlihat terseok-seok. Ia sangat khawatir dengan Han Ra, takut gadis itu terjatuh kapan saja.

Tapi apa yang bisa ia lakukan untuk keegosian Han Ra? Tae Min hanya membiarkan Han Ra berjalan di depannya dengan tergopoh-gopoh. Tae Min tahu gadis itu berbohong. Maka dari itu Tae Min hanya membiarkannya dan nanti kalau Han Ra benar-benar akan pingsan, Tae Min akan langsung tahu kebenarannya.

Tae Min melihat Han Ra mulai memegangi kepalanya. Sangat susah meneguk air liur kalau begini. Gotcha! Lalu tiba-tiba gadis itu jatuh di depannya. Mata gadis itu terpejam. Han Ra pingsan.

Kedua mata Tae Min membulat sempura. Tanpa aba-aba ia langsung berlari ke arah tubuh Han Ra yang tergeletak lemah di lantai.

***

Saat Han Ra berjalan, tiba-tiba pandangannya buram. Sesaat, semuanya berputar. Dunia ini seakan berlari mengelilinginya. Han Ra memegangi kepalanya yang seakan berdenyut-denyut dan berputar-putar. Dan… dia sudah tidak kuat. Bahkan disaat begini, tubuhnya terasa begitu dingin. Han Ra kedinginan.

Tiba-tiba ia melihat suatu cahaya. Cahaya putih yang sangat terang sekali. Menyilaukan pandangannya sehingga Han Ra harus menyipitkan mata. Cahaya itu semakin mendekat, mendekat, dan akhirnya pandangannya menjadi gelap gulita. Tubuhnya seakan ringan. Ia seakan melayang-layang di udara. Suara terakhir yang di dengarnya adalah suara Tae Min yang berteriak memanggili namanya.

“Han Ra-ya, Han Ra-ya…!” Tae Min menepuk-nepuk pipi gadis itu. Oh God! Bahkan pipinya sangat dingin. Han Ra benar-benar seperti zombie.

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Tae Min menggendong Han Ra menuju UKS. Ia tidak memedulikan bel sekolah yang berbunyi dan terus berlari sambil menggendong tubuh mungil milik Han Ra menuju UKS. Selama di perjalanan, tak henti-hentinya ia menatap wajah Han Ra yang pucat.

Sesampainya di UKS, ia membaringkan Han Ra di tempat tidur dengan perlahan dan duduk di kursi yang ada di sebelah tempat tidur itu. Tangan Tae Min beranjak untuk menggengggam tangan Han Ra yang semakin mendingin.

“Han Ra-ya, sadarlah.”

Tae Min terus berharap seperti itu. Ia terus menatap wajah Han Ra yang kian pucat. Manalagi petugas UKS tidak ada lagi. Menyebalkan. Kenapa di saat-saat seperti ini orang itu malah menghilang? Lalu bagaimana? Siapa yang akan menyadarkan gadis itu?

Petugas UKS tidak masuk. Ia tidak datang bahkan hingga jam sekolah telah berakhir. Dengan sabar Tae Min tetap setia menemani Han Ra yang masih belum tersadar dari pingsannya. Apa Han Ra mati? Tae Min menggelengkan kepalanya kuat-kuat ketika pemikiran konyol itu masuk ke otaknya. Tidak mungkin.

“Bangun…” ucap Tae Min mulai putus asa. Apa yang harus dilakukannya? Tae Min bangkit berdiri dan mondar-mandir kesana kemari. Tangannya bergerak-gerak seakan ikut berpikir untuk memecahkan masalah ini.

Napas buatan? Tae Min berhenti mondar mandir. Entah kenapa pemikiran absurd itu masuk ke otaknya. Tidak tidak! Tae Min kembali mondar mandir, sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. Aish lalu apa yang harus kulakukan? Masa harus memberikan minyak kayu putih—

Tae Min berhenti melangkah lagi. Kedua matanya membulat. Yes, ia menemukan jawabannya! Minyak kayu putih bisa menyadarkan Han Ra dari pingsannya. Tapi kenapa ide ini tidak terpikir dari tadi? Benar-benar bodoh. Bahkan sangat idiot.

Tae Min berjalan ke lemari obat dan mencari-cari keberadaan minyak kayu putih. Ketemu! Tae Min mengeluarkan minyak kayu putih itu lalu kembali menghampiri Han Ra yang masih memejamkan mata. Tae Min membuka tutupnya lalu mendekatkannya ke hidung Han Ra.

“Ayo… sadar… sadar… cepatlah…”

Han Ra terbatuk-batuk dan membuka kedua kelopak matanya perlahan. Tae Min tersenyum senang dan langsung memeluk gadis itu secara tidak sadar. Gadis itu tetap terbatuk-batuk, seakan baru tersedak sesuatu. Tapi, setelah sadar dan batuknya sudah mereda, Han Ra membalas pelukan Tae Min dan bergumam, “Gomawoyo, seonbae.”

Tae Min melepaskan pelukannya dengan kikuk dan menatap Han Ra. Ia tersenyum mendengar kata-kata gadis itu. Tapi ia menyalahartikannya. Maksud Han Ra bukan itu sebenarnya. “Ne, cheonma. Lihat, jam berapa sekarang?” Tae Min menunjuk jam dinding.

Han Ra mengikuti arah telunjukan Tae Min, dan seketika melotot. Ia memekik, “Bagaimana ini?! Bagaimana aku bisa pingsan selama itu? Nanti, eomma pasti marah-marah lagi dan aku akan dihukum!” Han Ra menggigit bibir bawahnya dengan gelisah.

Mulut Tae Min menganga. Ia tidak tahu ia harus menenangkan dengan cara yang bagaimana lagi untuk gadis itu. Akhirnya, “Gwaenchana. Ia pasti mengerti. Lagipula kau kan juga baru pingsan. Ia pasti mengerti keadaanmu.”

Seonbae tidak mengerti!” pekik Han Ra mulai terisak, “Aku… takut! Aku selalu takut pulang! Tapi apa yang bisa kulakukan selain pulang? Kabur? Tidur di jalanan?” Han Ra mulai menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Aku ingin mati…”

Mwo?” Tae Min mengerjap beberapa kali.

“Aku ingin mati dan menyusul kedua orangtuaku. Aku tidak tahan, seonbae…”

Tae Min terdiam untuk beberapa saat. Apa yang harus ia lakukan?

Walau ragu, Tae Min akhirnya memeluk Han Ra dan mengelus punggungnya. Semoga dengan begini, beban Han Ra akan sedikit berkurang. Itu memang yang dipikirkan Tae Min. Ia… entahlah… sangat ingin menjaga gadis ini.

Tae Min menelan ludah dalam-dalam. “Jangan mati,” Han Ra hanya dapat terdiam. Tae Min melanjutkan, “Jangan tinggalkan aku. Aku… tidak ingin kau mati, Jung Han Ra.”

To Be Continue…

Alurnya tetep sama kok kayak yang dulu (yang udah pernah baca pasti tahu), tapi intinya tetap sama aja :D. Di Chap ini Kai sama Key belum ada dulu ya 😉 tunggu aja di chapter berikutnya.

-Milleny-

5 thoughts on “Freelance – My Boyfriend is A Ghost (Chapter 1)

Write your great opinion ^^